#UPDATE INFO:

Selasa, 14 Oktober 2014

Jeng Tella dan Uni Ciprut (Part 2)


Di Part 1 tulisan ini telah dikisahkan bagaimana Stella si kucing dome menjadi bagian dari keluarga Milly dan Yeri. Selang beberapa waktu setelah Stella, muncul pula kucing dome betina lainnya. Dengan motif bulu dominan putih dengan point hitam dan kuning, kucing ini pertamakali dijumpai oleh Yeri di pekarangan musholla dekat rumah mereka, Musholla Nurul Hidayah Gang Mandiri. Sewaktu di musholla itu Yeri melihat sesosok kucing yang berjalan glesotan merangkak terhuyung-huyung terlihat kepayahan sekali. Badannya kurus banget; hingga tulang-belulangnya tampak bertonjolan. Yeri yang menyaksikannya saja kerasa miris.

“Wah, ‘ni kucing kenapa? Kurus bangett badannya ... Ih, jalannya juga kok glesotan gitu? Amit-amit. Sakit kayaknya ini kucing ...”, begitu gumam Yeri dalam hati. Sesampainya di rumah Yeri menceritakan hal itu ke Milly, isterinya. “Ih, kenapa enggak kamu bawa aja kesini. Kesian kan itu kucing. Kok kamu biarin aja sih?”, tuntut Milly. “Haddeeeh, enggak kepikiran ‘yang! ...”, balas Yeri melengos.

Tak lama dari peristiwa tsb, datanglah sekonyong-konyong kucing yang pernah diceritakan Yeri ke Milly itu ke rumah mereka. Lagi-lagi Yeri yang menemukan. Tanpa sengaja saat Yeri hendak berjalan ke teras depan rumah; lamat-lamat ia mendengar suara kucing yang seolah tengah merintih-rintih. “Eh, apaan tuh? Kok kayak suara kucing sakit. Ngeong- nya aneh? ...”. Penasaran, Yeri berkeliling menyelidik ke sekitar ruang kerjanya yang bersebelahan dengan teras rumah. 

Saat ia melongok ke jendela, tepat dibawah bagian dalam, terlihat olehnya seekor kucing kurus tengah meringkuk meringis-ringis. “Waaa, ini sih kucing yang kemarin itu! Lha kok basah-basahan gitu? Iiihh ...”, ungkap Yeri.

Bergegas Yeri memanggil Milly, “’Yaaaaangg! Ini kucingnya yang saya bilang kemarin! Ini kucciingnya niiih! Hhhh ...”. Sontak Milly berlari menuju Yeri.

“Appa? ... Gimana? ... hhah??”,

“Inii nih kucingnya! Itu, kenapa tuh? ... kok kayaknya dia ngebobo-in pipisnya sendiri sih? Ih, jijik ...”, ungkap Yeri geli.

Tampak Milly seksama memperhatikan keadaan si kucing. Matanya seolah tak berkedip. Milly terlihat tenang sekali. Khidmat. Sekejab suasana berubah menjadi melodramatis“Kamu diem ...”, ujar Milly ke Yeri. Yeri menjadi ikut terkesima terdiam melongo. Dengan tenangnya Milly mendekat dan mendekat ke sang kucing. Si kucing tetap dalam keadaannya mengeong meringis-ringis.

“Ini memang kucing sakit. Kayaknya lumayan nih sakitnya ...”, Milly bertafakur. 

Suasana sekitar tetap terkendali dan senyap. Perlahan Milly mulai memegangi dan mengelus-elus kucing tsb, “Uuu, kasiannya kamu puss-puss ... kamu sakit ya? Hah? Sakitt yya?”, ujar Milly berulang-ulang. Sang kucing hanya tergolek tak berdaya. “Mm, kamu kurus banget sih? Sampe tinggal tulang badannya. Hah? Kucingnya siapa kamu? Dibuang sama orang ya? Hmmm ... kalo memang iya, kurang ajar deh yang buang kamu. Kucing cakep kayak gini kok dibuang ya. Hhmmm ...”.

Yeri takjub sambil tetap mematung di tempatnya.

“Itu trus, pipisnya gimana?”, komentnya,

Wess, biar aku yang ngurus”, timpal Milly.

Tak berapa lama Milly segera mengubah keadaan. Ditanganinya si kucing sakit tsb dengan sepenuh perhatian dan kasih sayang. Ruang kerja Yeri diberesi dan dibenahi Milly hingga kembali bersih, rapi, wangi seperti keadaan semula. Si empunya ruang (Yeri maksudnya) tentu dibikin tersenyum tersungging-sungging merasa puas ruang kerjanya rapi jali lebih dari biasanya.

“Nahh, gettoo doonk ...”, puji Yeri ke Milly, “Aku kan gak bisa konsen kalo tempat kerja bau, berantakan ... you know lah”,

“Huh! Dasar. Aji mumpung!” Ketus Milly.

Si kucing dome sakit itu akhirnya benar-benar diadopsi Milly. Diperhatikan dan dirawatnya sungguh-sungguh hingga sembuh. Menurut Milly, sakitnya kucing itu disebabkan oleh masalah cacingan akut. Maka itu diobatilah si kucing dengan obat cacing yang paten oleh Milly secara kontinyu. Sejak dimulainya perawatan berangsur-angsur kondisi kesehatan si kucing kembali pulih dengan nafsu makan yang terus membaik. Setelah sekian lama perawatan sang kucing telah kembali sehat seperti sediakala. Bobot badannya ideal dan lincah seperti kucing sehat lainnya. Saking sehatnya malah seolah hiperaktif.

Sebab hiperaktif, tingkah-polahnya di rumah Milly dan Yeri seringkali memancing kegaduhan. Seperti biasa, hal tsb membikin Yeri ngedumel; tapi sebaliknya Milly. Apapun kegaduhan yang dibikin oleh si kucing, Milly malah tampak senang, memprotek dan membelanya. “Itu tandanya kucing sudah bener-bener sehat”, ungkap Milly enteng, “Grrrr ....” (Yeri meradang). Akhirnya kucing dome baru ini pun berteman dengan Stella. Namun, soal sifat antara keduanya jauh berbeda. Stella berprilaku sangat santun dan sangat berpegang teguh pada etiket.

Lain halnya si dome baru yang cenderung liar. Begitupun soal cara dan selera makan. Stella pilih-pilih; si dome baru ‘hajjar blehh!’.

Jangan tak percaya, bahkan makanan pedas seperti tempe balado dan rendang padang sekalipun disikat habis oleh si dome baru. 

Dan uniknya, lha kok doi seolah doyan banget sama panganan-panganan pedas. Hah, sungguh ajaib! Fakta-fakta tsb memancing komentar Yeri. “’Yang, si dome baru itu aneh juga ya? Mosok makanan-makanan pedas dia doyan?”, “Siapa, si Cici?”, rupanya Milly sudah menamai si kucing dome baru itu. “Iya, beda banget sama si Tella (nama panggilan Stella). Kalo Tella itu, wuallaahh ... Njawani bangedd. Slow, santun, berbudipekerti luhur. Lain dengan cici. Kali kelihatan dari cara dan selera makannya juga kali ya? Yang satu Njawani; satunya Sumaterani”, ujar Yeri.

“Nahh! Cocoknya dikasih nama yang pas tuh buat mereka berdua. Disesuaikan dengan personality –nya. Kalo Stella ta’ kasih panggilan ‘Jeng Tella’ saja. Soalnya Njawani ya. Kalo Cici, titelnya Uni’. Sebab dia doyan makan pedas dan rendang padang. Nama panjangnya Uni Ciprut’. Bolehlah tetap dipanggil Cici”. Demikian analisa kepribadian diuraikan mendalam oleh Yeri perihal Stella dan Cici. Milly tak ambil komentar. Tapi tampaknya setuju-setuju saja; itu terlihat dari ekspresi wajahnya yang happy dan sumringah mendengar usulan Yeri. 

Lebih penting dari itu, sebab kini telah ada dua ekor kucing dome pengganti Oddie di rumah mereka. Milly beroleh obat pelipur lara. (#)

)* The End of Story: Jeng Tella dan Uni Ciprut

>>Back to: Our Cat Stories!

Senin, 06 Oktober 2014

Jeng Tella dan Uni Ciprut (Part 1)


Ada dua ekor kucing dome lucu yang kini meramaikan rumah dan menjadi bagian keluarga Milly dan Yeri. Yang satu dinamai ‘Stella’, lainnya ‘Uni Ciprut’. Sebagaimana akan diceritakan, keduanya memiliki histori yang unik sampai akhirnya diadopsi menjadi kucing yang disayangi Milly dan Yeri. Awal peristiwa bermula sekira lebih dari 3 bulan yang lalu. Saat itu, rumah Milly dan Yeri tiba-tiba gaduh tak terkira. Diselidik-selidik, sumber kegaduhan ternyata berasal dari atas plafon rumah. Gedubragg! Gabrukk! Krraakk-krraakk! Sreeekkk ... (terus-menerus berulang-ulang). Kontan bunyi-bunyian gaduh tsb membikin jengkel seisi rumah.

“Walaahh! Apaan lagi si tuhh! Berisik bener! Dari kemaren kok gak ilang-ilang!”, omel Yeri tampak kesal sebab suara gaduh di atas rumahnya. Milly tanpa ekspresi celingak-celinguk seolah tak peduli keluhan suaminya, Yeri. 

Setelah beberapa saat kegaduhan mulai menjalar ke dalam rumah—akibat tingkah Yeri yang makin uring-uringan—akhirnya Milly angkat bicara, “Alaaaaah yaaang- yang, paling kucing kawin itu di atas!”, ketusnya, 

Iya tapi kok gak ada suaranya, cuman grabag-grubug aja dari kemarin!”, 

Sudah sih biar aja, ‘tar juga anteng sendiri”, koment Milly. 

Memang tak berapa lama itu kegaduhan perlahan mereda. Suasana kembali kondusif dan tenang.

Tak selang waktu lama, tanda-tanda kegaduhan dimulai kembali. Srreeek- ... srreekk- ... (hening sesaat) ... sreekkk- ... (hening lagi) ... (masih hening juga) ... (masih tetap hening) ... (lalu) ... Miaww- ... Miaww- ... Miiiaw-miaww-miiaw!! ... (suara anak kucing terdengar perlahan) ... Miiiaww! (Makin bersahutan). “Ooo, rupanya ini tokh. Kucing beranak di atas. Hhhmmm ...”, Yeri geleng-geleng kepala dan mengelus dada. Tapi setelah sekian waktu diamat-amati; didengarkan dengan konsentrasi penuh, menahan nafas, khidmat dan seksama; terdengar oleh Yeri bahwa yang ada di atas hanyalah suara anak-anak kucing. 

Tak tampak ada suara kucing dewasa atau induknya.

Setelah mengetahui ikhwal keadaan tsb, tidak bisa tidak Milly dan Yeri mulai merasa panik. Sebab jika si baby-baby cat itu dibiarkan lama atau ditinggalkan oleh induknya di atas, sementara mereka memerlukan perhatian dan susu dari sang induk; maka, alamat jadi masalah. Sebab, peluang para baby cat itu mati mungkin terjadi. Inilah resiko yang dikhawatirkan Milly dan Yeri. Segera keduanya mengutus petugas intel ke atas rumah. Indro -lah yang ditunjuk menunaikan misi yang amat mulia tsb. Berdasarkan laporan Indro dari TKP (atas palfon rumah), terkonfirmasi bahwa yang ditemukan di atas hanya para baby cat.

Segera Milly dan Yeri mencari-cari tahu siapakah indukan dari anak-anak kucing tsb. Berdasarkan motif warna bulu dari para baby cat tsb dicarilah oleh mereka kucing-kucing dome di sekitar rumah yang paling memiliki kemungkinan melahirkan motif bulu seperti para baby cat itu. Aksi penyisiran (sweeping) pun akhirnya dilakukan dengan cara seksama dan—sebisa mungkin—dalam tempo yang sesingkat-singkatnya menimbang kebutuhan dan keadaan para baby cat. Operasi pencarian tak berjalan mudah mengingat keberadaan kucing-kucing stray di luar rumah yang datang dan pergi tak berketentuan.

Adakalanya seekor muncul; lalu pergi; muncul lagi yang lain; pergi lagi; begitu terus bergantian.

Dan sejauh yang Milly, Yeri dan Indro amati; sampai dengan saat terakhir mereka melakukan pengintaian dan penyelidikan, tak satupun kucing stray di luar rumah yang memiliki ciri kemiripan (pola motif bulunya) dengan para baby cat itu. Sampai suatu ketika, dikala mereka bertiga hampir putus asa, dikirimlah oleh Allah seekor kucing yang secara fisik mungkin diduga adalah indukan dari para baby cat itu. Yeri –lah yang menemukan dan merasa feeling bahwa itulah indukan kucing yang selama ini dicari. “Ayyaaaaang! Indrroooooo! Sini! Ini kucingnya. Ini kucingnya! Ini pasti induknya nih! Ayo lekas kita tangkkapp! ...”.

Tergopoh-gopoh ketiganya meringkus kucing suspect.

Kucing suspect pun akhirnya berhasil ditangkap; dan segera melalui proses identifikasi; isolasi dan karantina sementara; disusul serangkaian pengamatan yang serius—bahkan inginnya sih melibatkan Tim DVI Polri dan Tim Inafis Polres Lamsel untuk olah TKP dan tes DNA yang bersangkutan (leebbayy kaleeee! Hahaha!). Alhasil, Milly, Yeri dan Indro, sangat yakin bahwa mereka telah menemukan indukan kucing yang dicari. Kucing suspect pun segera dipertemukan dengan para baby cat. Tapi, setelah sekian waktu mereka perhatikan sama sekali tak terbangun chemistry antara si anak dan induk kucing. Ibarat magnet, kedua-dua pihak seolah saling menolak.

Peristiwa tanpa chemistry tsb berselang cukup lama. Hingga akhirnya, kucing suspect dan para baby cat sementara dipisahkan. Di kala jeda waktu inilah, sekonyong-konyong datang seekor kucing lain dengan lenggak-lenggok keibuan dan gayanya yang tenang, muncul dari arah timur di atas genting rumah Milly dan Yeri, melenggang menyongsong para baby cat yang masih mengeong-ngeong di plafon rumah mereka. Kontan Milly, Yeri dan Indro melongo terkesima melihat kejadian ajaib itu. Masih dengan mulut ternganga, dalam hati Yeri berkata, “Lhaaa, ini tokh emaknya! Kemane aje lo jeng-jeng?? ...”. Sementara Milly dan Indro masih saja mematung melompong terlongo-longo.

Sampai akhirnya ketiganya tersadar bahwa mereka telah salah tangkap. “Yaa, jadi kita salah tangkep donk ya?”, ujar Indro speechless

“H-hhh, iya euy! Hallaaah, udah heboh kayak gini ternyata salah sasaran!”, timpal Yeri, 

“Yo wess, yo wess. Yang pentingkan indukan kucing yang aslinya kan sudah ketemu. Aman deh tuh baby cat- baby cat yang ada di atas”, Milly menenangkan. 

“Terus ini gimana nih? Si kucing suspect?”, tanya Yeri, 

“Ini kucing manis lhoo. Sudahlah biarin di rumah ini aja. Memang sudah lama kok aku pengin pelihara kucing dome!”, jawab Milly yang langsung menggendong dan mengamankan si kucing suspect.

“Aku mau namain kucing ini Stella!”, teriak Milly tak peduli opini yang lain, “Stella, alias plesetan dari ‘salah tangkep’!”, imbuhnya. Sejak itulah Stella menjadi kucing dome penghuni rumah Milly dan Yeri. Memang tak sepenuhnya keliru mengadopsi Stella, sebab benar feeling Milly, Stella memang betul-betul kucing yang manis. Memikat kepribadiannya dan manis tingkahnya. Stella pun tampak sehat dan sangat bahagia setelah menjadi bagian dari keluarga Milly dan Yeri. Yeri yang biasanya cuek, pun terlihat sayang kepada Stella. Sampai-sampai Stella dijuluki kucingnya Yeri. Hhmm, akhirul kisah tetap happy ending ya ... (#)

)* bersambung ke: Jeng Tella dan Uni Ciprut Part 2

>>Back to: Our Cat Stories!

Selasa, 30 September 2014

Chokey dan Boboi


Chokey dan Boboi sangat akrab sekali. Mereka berdua terlihat seperti teman sejawat. Meski usia keduanya terpaut jauh; Chokey senior, Boboi junior, namun keduanya tampak CS beratt. Chokey yang terkenal dengan masa lalunya yang preman dan sangar, terhadap Boboi, ternyata ia bisa juga menunjukkan sisi lain pribadinya. Ini jelas menjadi fenomena yang unik; sebab bisa dikatakan hampir tak pernah Chokey di waktu-waktu sebelumnya bisa menunjukkan pertemanan yang hangat kecuali kepada Boboi sebagaimana terjadi saat ini. Maka bisa dibilang, pertemanan antara keduanya adalah kejadian langka.

Boboi adalah keturunan Rocha vs Poo Yee. Kucing persia putih berwajah lucu ini—entah bagaimana kejadian awal mulanya—setelah berusia remaja menjadi begitu akrab dengan Chokey. Mereka berdua sering terlihat bermain bersama dimana saja; baik saat  di kamar kucing, di kandang kecil (ruang tunggu manakala kamar kucing tengah dibersihkan), maupun saat-saat istirahat bermain di malam hari ketika di lepas di dalam rumah. Hampir bisa dipastikan, kemana Chokey pergi pastilah disitu ada Boboi. Jika diperhatikan lebih seksama prilaku mereka berdua memang unik.

Boboi terutama seolah terlihat sangat mengidolakan Chokey. Jika terus diamat-amati banyak hal yang dilakukan dan menjadi sifat Chokey, itu ditiru dan diikuti oleh Boboi. Anehnya, Chokey pun seolah tahu bahwa kini ada diantara teman-teman kucing dilingkungannya—dalam hal ini Boboi—yang memposisikan diri sebagai follower- nya. Dan atas apa yang disadarinya itu Chokey pun seolah tahu bagaimana memperlakukan fans atau pemujanya. Dan terhadap Boboi, sisi lain pribadi Chokey yang tak biasa terlihat. Ya Chokey kucing juga (adaptasi istilah ‘rocker juga manusia’).

Hanya dengan Boboi Chokey bisa menunjukkan sikapnya yang hangat. Tahu beroleh sikap welcome dari idolanya, Boboi pun makin asik bermain dengan Chokey. Itulah Chokey dan Boboi. Persahabatan beda generasi yang assoyy. Pertemanan yang unik antara keduanya tentu memancing ulasan opini dari Milly dan Yeri. Milly dan Yeri jelas memperhatikan tingkah polah keduanya belakangan waktu ini. Ya pasti keduanya juga tahu sebab seringkali Chokey dan Boboi menghabiskan waktu bermain mereka di kamar Milly dan Yeri.

“'Yang, kamu perhatiin gak? Chokey sama Boboi kelihatan CS banget ya?", tanya Milly, 

Iya, jarang bangett yak? Kok, bisa sih Chokey sahabatan gitu sama Boboi? Biasanya dia sangar sama teman-temennya”, 

Hiyya itulah. Langka banget kan? ...”, 

Maka itu, ta kira kalo pagi kamar kucing diberesi sama Indro, Chokey tetap dievakuasi di kandang sendiri. E’ee, tahu-tahu pas pagi kemarin liwat kamar mandi, saya liat si Chokey dikandanginya sama Boboi and mereka berdua rukun dan happy-happy aja. Baguslah!”, koment Yeri, 

He-eh, syukur deh jarang banget Chokey bisa sahabatan ke sesama kucing. Alhamdulillah, seumur-umur baru kali ini dia bisa punya temen akrab kayak Boboi”, tukas Milly.

Milly dan Yeri tentu sangat bahagia atas persahabatan Chokey dan Boboi.

Dengan begitu, Chokey gak kelihatan kayak ‘autis’ lagi; yang biasanya main sendiri; diisolasi sendiri; makan sendiri; kandang sendiri; dst-dst; pokoknya Chokey segalanya serba disendirikan menimbang tabiatnya yang agresif. Sebab itu sebelumnya sahabat sejati Chokey ya hanya Milly sendiri. Di lain sisi, Milly pun begitu. Di kala-kala antara Milly dan Yeri terjadi ‘perang bharatayudha; maka, teman dekat tempat curhat -nya adalah Chokey. Jika ‘perang bharatayudha meletus, di sesi akhir peristiwa dipastikan Chokey selalu menjadi korban penculikan Milly. 

Tapi selalu ada hikmah dibalik peristiwa penculikan Chokey; yakni, itu pertanda perang segera berakhir damai.

Begitulah lika-liku tingkah si Chokey. Beruntung dia hari ini bersahabat dengan Boboi. Dengan begitu sisi ‘kekucingan’ (adaptasi istilah ‘kemanusiaan’) Chokey terekspresikan. Tak bedanya dengan kita manusia, sedingin-dinginnya atau sebengis-bengisnya seseorang, menurut fitrahnya, pasti di sisi tertentu ia tetaplah manusia juga yang punya dimensi-dimensi kemanusiaan sebagaimana orang lainnya. Nah, sepertinya hukum yang sama juga berlaku di dunia kucing seperti halnya Chokey. Inilah yang sangat-sangat disyukuri Milly dan Yeri. 

Setidaknya sisi ‘kekucingan’ Chokey menjadi indikator menggembirakan untuk menegasikan peluang tumbuhnya Chokey menjadi ‘psychocat’.

Amiiin. Alhamdulillah. Syukur-syukur-syukuuurr ... (#)

>>Back to: Our Cat Stories!

Minggu, 31 Agustus 2014

Kena Flu Berat


Grooook- groookk- kkkrrrrrrr; .... srooottt- groookkk! ...
Hsszzz- hsssszzz ...
Yeri tergelitik mencari tahu. Itu kira-kira suara apaan sih? (pikirnya penasaran). Ia menengok ke kanan-kiri; mencoba menduga-duga arah sumber suara. Saat itu ia tengah duduk di kursi kerjanya mengotak-atik laptop sebagaimana biasa. Sejenak tak ia pedulikan; tetapi kembali suara yang sama menganggunya. “Wah, ni suara apaan sih?! Gak enak bangett! Ganggu konsentrasi aja!”, ujarnya jengkel. Yeri bangun dari kursinya bergegas menyelidik. Tha- daaa! Rupanya sumber suara berpusat di chokey yang tengah dikandangi di bawah meja di ruang makan.
Sraattt- sroooot- groookkk! ...
“Wah- wah! Rupanya Chokey toch! Ayyaaaaangg! Ini kenapa si Chokey kok suaranya jadi begini? Hih, kenapa kamu Chokey? ...”, teriak yeri. Tak lama tergopoh-gopoh Milly berlari keluar kamar, “Hei! Biarin itu Chokey! Dia itu lagi sakit!”, “Hah, sakit? Sakit kenapa? Pantes kok suaranya jadi kayak gitu?”, tanya Yeri, “Sakit flu berat!”, jelas Milly. Memang Chokey saat itu tampak sekali kuyu dan terlihat demam. Suara-suara aneh itu ternyata bersumber dari nafas dan tenggorokannya. Sepertinya hidung, ruang mulut dan dadanya dipenuhi oleh dahak. Sebab si dahak tak keluar, maka jadilah ia mengganggu pernafasan Chokey dan memicu bunyi-bunyian seperti itu.
Hhhmmm, kasihan sekali Chokey ... (ujar Yeri dalam hati).
Sebab karena sakitnya itu; untuk sementara Chokey diisolasi dari teman-temannya yang lain. Ia dievakuasi dari kamar kucing di belakang rumah dan ditaruh di kandang tersendiri agar sakitnya itu tidak menular ke yang lain. Jadilah ia tinggal di ‘Ruang ICU’ ala-ala Milly. Ditempatkan di ruang sebelah kamar Milly dan Yeri dimaksudkan untuk mudah merawatnya dan agar kondisinya selalu dalam pengawasan Milly. Kondisi sakit Chokey itu sontak mengubah Milly menjadi perawat kucing yang rajin, tekun dan penuh dedikasi. Setiap waktu Milly mengobati dan merawatnya.
Lain waktu Milly menjadi teman bicara Chokey yang setia; mengajaknya main; dan menjemurnya di depan rumah. Tugas Indro –lah menjadi perwira jaga menunggui Chokey berjemur dibawah sinar mentari pagi. Itu dalam rangka memberi supply udara segar untuk Chokey selain manfaat sinar matahari juga diyakini baik untuk pemulihan kesehatannya. Agar Chokey tak lari; ia ditaruh di kerangkeng khusus untuk berjemur. Selaku perwira jaga, Indro, selalu dalam kondisi siap sempurna menungguinya. Dalam pemantauannya, gerakan apapun dari Chokey atau objek-objek bergerak lainnya sedia diantisipasi.

Bhuaahh! Gayanya sudah laksana detasemen khusus polisi anti teror. Heboh sekali. Hehehe ...
Untuk 2 hari pertama kondisi kesehatan Chokey belum banyak berubah.  Masihlah suara graaakkk- grooook- hssszz- hhsssssz –nya Chokey mewarnai suasana. Menginjak hari ketiga mulai tampak perbaikan. Langkah-langkah perawatan dan pengobatan oleh Milly mulai terlihat hasilnya. Nafas Chokey perlahan kembali teratur; bunyi-bunyian dahaknya berkurang; dan Chokey tampak mulai kembali berenergi. Tak lagi lesu dan mulai bersemangat. Melihat kondisi tsb Milly sangat bahagia. Chokey memang kucing yang paling ia sayangi; untuk itu Milly rela melakukan apapun untuknya.

Dan terlihat jelas bahwa lekas pulihnya kondisi Chokey pun antara lain sebab totalitas, perhatian dan pancaran kasih sayang yang tulus dari Milly kepadanya.
Atas hal tsb, penting digarisbawahi, terkadang limpahan rasa cinta, perhatian dan kasih sayang yang tulus dan murni dari seseorang bahkan bisa jauh lebih mujarab dibanding efek dari sekedar obat. Atau jika bisa mengkombinasikan keduanya maka memulihkan kondisi si sakit tak akan perlu waktu lama. So, teristimewa bagi kamu-kamu yang punya pet (hewan peliharaan) di rumah jangan pernah ragu untuk menunjukkan kasih sayangmu kepada mereka. Jika itu bisa saling membahagiakan antara kalian; why not? Bukankah itu bisa menjaga kualitas kehidupan kita semua?

Yakinlah bahwa faktor kebahagiaan merupakan diantara sumber hidup berkualitas dan pangkal kesehatan.
Iiitttuuu!!! ...
Wheeeleeehhh! Supper sekkalleee .... sudah kayak gulden wei- nya Makgio Tangguh aja. Hahaha! (#)
Tak ketinggalan, Yeri tentu turut ketularan bahagia juga
melihat Chokey membaik dan Milly gembira.

>>Back to: Our Cat Stories!

Rabu, 27 Agustus 2014

Chokey Tak Jantan Lagi


Kucing kesayangan Milly si Chokey kini tak lagi segalak dulu. Chokey sekarang lebih jinak, kalem dan tak asal menghajar kucing-kucing lain yang ada di sekitarnya. Hanya pada kasus-kasus tertentu; terhadap kucing lain yang tak benar-benar dikenalnya tabiat Chokey yang asli akan menampakkan diri. Distrerilnya Chokey menjadi penyebab berubahnya prilaku agresif kucing kesayangan Milly yang satu ini. Saat memutuskan untuk disteril, Chokey memang terkenal kucing yang garang sehingga membuatnya selalu dikurung dalam kandang. Sebab, kapanpun ia dibolehkan keluar; mesti kegaduhan terjadi. Jadilah Chokey selama itu seolah burung dalam sangkar.

Sengaja dibawa dari kampung halaman Milly di Buitenzorg ke Sumatera adalah pesan dari ibundanya agar Chokey disteril. Maka, demi tujuan tsb belayarlah Chokey menyeberang melintasi Selat Sunda hingga ke rumah Milly di Sumatera. Saat itu tentu proses mengeksekusi misi pengkebirian Chokey merupakan hal yang bukan tanpa kontroversi. Khususnya antara Milly dan Yeri. Terjadi sedikit perdebatan antara keduanya sebelum misi tsb benar-benar dilaksanakan. Alasan pokok di sisi Milly, selain soal amanah adalah agar tabiat Chokey bisa jadi lebih jinak; sementara Yeri, agak enggan mendukungnya sebab takut berdosa.

Polemik antara Milly dan Yeri terjadi hampir di sepanjang perjalanan membawa Chokey ke rumah mereka, saat telah di rumah, bahkan hingga ke detik-detik menjelang eksekusi kejantanan si Chokey. Meski bersikap enggan mendukung pengkebirian si Chokey; tapi Yeri tidak ngotot untuk menghalang-halanginya. Tetaplah Yeri yang mengantarkan Milly dan Chokey ke salah satu dokter hewan ke Ibukota Karang untuk mensterilnya. Misi tetap berjalan sesuai rencana. Maka di hari ‘H’ yang ditentukan; mereka bertiga berangkat dari rumah menuju lokasi praktek dokter hewan di Kota Karang. Suasana senyap meliputi mereka hampir di sepanjang jalan.

Kecuali tersela aspirasi Yeri untuk berhenti sejenak mencari toilet.

Hingga tiba di depan lokasi eksekusi (tempat praktek dokter hewan maksudnya, hehehe); keduanya kembali memulai polemik. Sementara ‘si calon korban’ (Chokey) hanya merasa sedikit mulas tanpa tahu apa yang akan menimpanya beberapa saat berikutnya.

'Yang, kamu beneran serius mau steril si Chokey?”, tanya Yeri sungguh-sungguh.

Yeri bermaksud mengetes kembali tekad Milly.

“Iyalah! Mosok sudah sampe sini enggak jadi sih 'yang?”, timpalnya ketus,

“Emang kamu enggak takut dosa? Itukan dosa merobah-robah ciptaan Allah. Saya mah takut ah ...”,

“Yang, ini niatnya demi kebaikan Chokey juga. Kesian kucing-kucing lain yang jadi bulan-bulanan dihajar Chokey. Lagi Chokeynya juga kasian kalo harus terus-terusan dikurung mulu. Lha, inikan Ibu sama Mbak Vonny juga yang pesan. Amanah loooh ...”, semprot Milly ke Yeri,

 “Yo wes, aku enggak ikut-ikutanlah ...”, jawab Yeri melengos.

Misi pun akhirnya dieksekusi.

Di tangan eksekutor, Chokey tak lama sempoyongan setelah dibius. Dikala masa pembiusan itulah—untuk beberapa jenak—kejantanan Chokey dibuat “pensiun” selamanya. Tak lama setelah operasi selesai (kurang lebih 2 jam), Chokey kembali siuman. Terantuk-antuk ia mencoba untuk berdiri. Entah disadarinya atau tidak, sebab kejantanannya yang telah di non- aktifkan itu, kini ia bukan lagi Chokey yang dulu. Chokey yang berkepribadian preman nan sangar mungkin berikutnya—diharapkan—tak akan muncul lagi. Untuk beberapa saat Chokey masih tampak teler.

“Hallo Chooookkeeeeeeeeey! Wellcome back!”, seru Milly sumringah menyambut kucing kesayangannya itu.

Memang di waktu-waktu berikutnya, jauh setelah Chokey pulih dari masa operasi, terlihat bahwa terjadi perubahan tabiat yang signifikan di diri Chokey. Sekarang Chokey berkepribadian lebih kalem; cool; tenang; ... dan jadi saaangaaatt manja. Ia pun bisa lebih bersahabat dengan teman-teman kucing lainnya di rumah. Kecuali satu: Rocha. Chokey dan Rocha tetaplah jadi musuh bebuyutan selamanya. Lain dari itu, dari semula pesan Ibunda Milly adalah untuk memulangkan Chokey ke Buitenzorg segera setelah disteril; ternyata setelah itu ibundanya malah mengatakan agar Chokey biar dipelihara oleh Milly saja. Wooww! Betapa girang tak terkira dibuatnya hati Milly.

Meski kini Chokey tak jantan lagi, Chokey yang badannya kian besar dan jinak, benar-benar menjadi pusat tumpahan rasa kasih sayang Milly. Chokey -lah yang paling sering dibawa dan diajak main ke kamar Milly dan Yeri. Sebab kasih sayangnya yang ekstra itu, tak jarang Milly mengulang-ulang kata-katanya, “Begini biar aku bisa menebus dosa aku sebab sudah kebiri kamu ya Chokey. Karena aku sayang banget sama kamu ...”. Begitulah Milly. Bahwa akhirnya ternyata tetap terselip dihatinya rasa bersalah sebab telah merobah kodrat alamiah Chokey menjadi keadaannya sekarang. Untuk itu ia berusaha menebusnya dengan memberikan perhatian terbaik nan istimewa khusus untuk Chokey.

Yeri turut mendoakan semoga sebab niatnya yang baiklah yang akan dinilai oleh ALLAH SWT daripada amal perbuatannya terhadap Chokey. 

Insya Allah. Wallahu ‘a lam bhissowab ... (#)

>>Back to: Our Cat Stories!

Senin, 18 Agustus 2014

Puput yang Malang


Ini terjadi sekitar tahun 2011.

Saat itu Puput sudah lebih dulu tinggal di rumah Milly di sebuah kota pantai kecil nan cantik di Ujung Selatan Pulau Besar Sumatera. Tak lama itu menyusul Chokey. Chokey tabiatnya saat dibawa pindah ke rumah Milly dari Buitenzorg bisa dibilang galak. Agresif dan biasa menyerang ke sesama temannya. Sebab itu selama tinggal di rumah bundanya Milly di Buitenzorg; Chokey lebih banyak mendekam di kandangnya. Bahaya jika digabung dengan teman-temannya yang lain. Tidak hanya ke sesama kucing—cerita Milly—bahkan ayam tetangga pun jadi sasaran. Weleh-weleh ...

Sewaktu akan dibawa ke Sumatera, ibunda Milly dan kakak perempuannya (Mbak Vonny) sebetulnya hanya berniat meminta tolong ke Milly supaya si Chokey dikebiri oleh dokter hewan di sana; jika sudah beres nanti dibawa mudik lagi ke Buitenzorg. Sebab Chokey selama itu dibawah pemeliharaannya bunda dan kakaknya Milly. Mereka juga sangat sayang ke Chokey. Meminta tolong dikebiri maksudnya supaya Chokey tidak terlalu agresif dan diharapkan jadi bisa lebih jinak. Itulah inti pesannya ke Milly. Ok, akhirnya jadilah Milly dan Yeri membawa Chokey melawat ke Sumatera. 

Itulah awalnya Chokey dan Puput bertemu di rumah Milly disini.

Manakala Chokey baru beberapa hari tiba di rumah Milly; suatu waktu Milly lupa menutup pintu kandangnya, dan saat itulah Puput nyelonong masuk ke tempat Chokey. Nahas bagi Puput; Chokey tak ambil tempo langsung menyerangnya. Kontan suasana langsung gaduh. Puput yang malang kelabakan dihajar Chokey. Milly yang baru ‘ngeh’ sebab kerusuhan di kamar kucing langsung melompat ngacir ke TKP, “Choooooookkkeeeeeyy! Hei-hei! Hayo lepasin hayyooo!”, Milly segera meraih Puput dari terkaman Chokey. Chokey masih saja terus merangsek sampai pintu kandangnya berhasil ditutup Milly. Brakkk! Ceklek! Milly menguncinya.

“Hadduuuh, Puput-Puput kamu gak apa-apa sayang?”, sahut Milly panik. Puput mengeong mengaduh-ngaduh. Tampak sekali Puput kesakitan. Ternyata di bagian kuping sebelah kanan Puput terluka. “Wah, kamu luka put. Ini sampai berdarah-darah!”, Milly meringis tambah panik. Luka kena cakar Chokey cukup dalam. Milly segera mengobatinya menggunakan obat-obatan yang ada di rumah (betadine, dll) dan membebatnya dengan perban. Sedih sekali Milly melihat keadaan Puput seperti itu. “Chokey-Chokey ... galak banget sih kamu?!”, isak Milly.

Saat peristiwa itu terjadi Yeri sedang tak di rumah.

Alhasil, Milly berhari-hari terus merawat Puput. Semula dikiranya luka Puput tak seberapa parah; namun, setelah sekian lama Milly pikir kok tak jua sembuh-sembuh lukanya?

“Wah, ini yang si Puput harus dibawa ke dokter nih. Enggak bisa enggak. Ini dia masih kesakitan terus. Lukanya juga gak kering-kering”, ungkap Milly ke Yeri,

Ya sudah, bawa aja. Mau ke dokter mana?”, tanya Yeri,

Ke Dokter Songgenk ajalah di Karang”,

Oke. Besok kita bawa kesana”.

Dokter Songgenk adalah dokter hewan langganan Milly dan Yeri yang cukup top di Ibu Kota Karang. Keduanya berdoa Puput bisa disembuhkan.

Dari Dokter Songgenk didapat penjelasan bahwa luka sobek di telinga kanan Puput telah terjangkit infeksi dan itu berdampak hingga ke bagian dalam telinganya; sehingga saluran telinga kanan sebelah dalam mengalami penebalan. Dan sebab penebalan yang dibiarkan cukup lama tsb menyebabkan Puput mengalami ketulian. Luka sobek bagian luar telinga dapat disembuhkan; tetapi, efek dari cideranya di bagian dalam telinga cukup fatal dan menyebabkan ketulian permanen. Daun telinga Puput sebelah kanan yang terluka pun mengalami kelayuan. 

Tak bisa tidak, sebab sakitnya itu fisik Puput menjadi cacat. Menghadapi kenyataan itu membikin Milly langsung shock.

(Untunglah Milly gak sampe semaput. Alhamdulillah, syukuur-syukuur! pikir Yeri dalam hati, yang hampir kelimpungan bila Nyonya Besar pingsan di tempat. Hihihi ...)

Begitulah akhirnya Puput ketika pun sembuh ia menjadi cacat di kupingnya. Dan sebab mengalami ketulian permanen, Puput menjadi budek sebelah. Kini Puput tidak bisa hanya dipanggil sekali seperti biasanya; tapi, harus berkali-kali. Kesian sekali Puput. Malang nian dikau puss. Betapa menyesalnya Milly oleh sebab kelalaiannya itu. “Maapin aku ya put? Gara-gara aku kamu jadi begini. Coba waktu itu aku enggak lupa nutup kandang Chokey. Nyesel banget aku put. Maapin aku ya sayang? ...”, “Meong-meong ...”, jawab Puput tabah dan seolah mengerti dan memaafkan Milly. (#)

>>Back to: Our Cat Stories!

Jumat, 15 Agustus 2014

Perubahan yang Melegakan


Tentu pembaca masih ingat bagaimana tabiat kucing Milly dan Yeri bernama Poo Yee. Seiring berjalannya waktu Poo Yee kian dewasa. Sebab kedewasaannya itu perangai Poo Yee sedikit banyak berubah. Di tulisan yang lalu imej Poo Yee adalah kucing yang panikan dan sulit didekati. Tapi kini imej tsb bolehlah terkoreksi—sedikit, tapi lumayan. Kini Poo Yee kalo didekati tak sesulit biasanya. Perubahan perilakunya ini dimulai sejak ia telah beranak. Setidaknya Poo Yee telah 2 kali melahirkan. Boboi (cowok) adalah anaknya Poo Yee. Setelah itu, Kenzo dan Kenzi (keduanya juga cowok).

Dua anak terakhir Poo Yee telah diadopsi oleh sahabatnya Milly: Pak Edo dan Aisha. Kenzo dan Kenzi adalah anak Poo Yee dan rocha. Sebenarnya tak sampai hati Milly dan Yeri memberikan kitten-kitten yang lucu itu ke orang lain. Sementara itu Poo Yee, apalagi. Ia tampak kehilangan sekali setelah dua buah hatinya itu diadopsi orang. Untuk beberapa waktu Poo Yee sedih dan terpukul. Nafsu makannya hilang dan selalu tampak murung. ... (Uh, kesian banget si Poo Yee) ... keputusan sulit memang tak bisa dielakkan berhubung kucing di rumah Milly dan Yeri yang sudah terlalu banyak.

Milly dan Yeri tak tega melihat Kendro yang kerepotan ngurusi sekian banyak kucing di rumah mereka. Ada sekitar 7 ekor kucing ras milik Milly dan Yeri; belum lagi kucing-kucing domestik yang dibawah pemeliharaan mereka (Oddie, dkk). Kadang tambah lagi titipan kucing dari para cat lovers yang perlu mereka bantu. Wallahh! Cukup repotlah keadaannya. Satu sisi, mereka sangat sayang ke Kenzo dan Kenzi; lain sisi, Milly dan Yeri juga kasihan ke Indro yang terbebani begitu banyak kucing yang harus diurus. Biar begitu, sebenernya Indro pun setengah tak rela melepas Kenzo dan Kenzi.

“Gimana, biar Kenzo sama Kenzi diminta teman-temanku ya? Oya, itu sama si Chiro anaknya Becky juga”, tanya Milly ke Indro.

Agak berat hati Indro mengiyakan. Indro memang cat lover sejati juga.

“Kasian kamu repot ngurus segitu banyak kucing. Disini sudah kebanyakan juga”, jelas Milly.

Maka setelah itu, Chiro, Kenzo dan Kenzi akhirnya oleh Milly betul-betul dikasihkan ke tiga orang temannya di kantor. Chiro, Milly kasihkan ke Mbak Mei Mei. Untuk siapa adopter ketiga ekor kucing Milly tsb tentunya sudah lebih dulu melewati serangkaian proses seleksi dan uji kompetensi. Tak bisa sembarangan orang.

Ok, balik lagi ke Poo Yee. Setelah dewasa, Poo Yee tabiatnya sudah lebih baik. Bilamana Yeri dan Milly berkunjung ke kandangnya; maka, Poo Yee tak lagi bersikap blingsatan. Kini Poo Yee lebih tenang.  Jika didekati; dia tak lantas lari seperti biasanya. Poo Yee sudah mau beramahtamah kepada keduanya. Bahkan jika pendekatannya tepat, Poo Yee bahkan mau dipegang dan di elus-elus oleh Milly dan Yeri. Wah, Milly dan Yeri tentu bahagia. Keduanya saling mendiskusikan kemajuan sikap Poo Yee yang menyenangkan.

“Eh, itu si Poo Yee sekarang beda banget ya 'yang?”, ujar Yeri,

“Iya ya. Mendingan bisa diajak main sekarang. Hihi ...”, timpal Milly.

Yeri pernah memuji Poo Yee ke Milly, “Kamu ingat gak, sewaktu sodara Poo Yee masih ada; saya gak salah pilih Poo Yee dibanding sodara satunya yang kita kasihkan ke orang?”,

“Kenapa?”, jawab Milly,

Karena saya tau, si Poo Yee itu emang keerreen banget! Cuma emang bener kata kamu, sodaranya Poo Yee itu sifatnya lebih bagus. Poo Yee ini wataknya agak jelek. Tapi, yaa nggak apalah kali nanti watak Poo Yee jadi baik”, koment Yeri.

Ternyata apa yang diharap Yeri di waktu sekarang mulai terbukti. Lain dari itu Poo Yee juga punya tampang yang lucu dan imut-imut. Sungguh nggemesin.

Setelah sebelumnya—untuk waktu yang cukup lama—“majikan” Poo Yee seolah hanyalah Indro. Kini dengan kian jinaknya Poo Yee, kucing ini—sama seperti yang lain—telah pula terbangun chemistry –nya dengan Milly dan Yeri. Maka, makin bertambah-tambahlah rasa sayang Milly, Yeri dan Indro kepada Poo Yee.

Baiklah Poo Yee; tetaplah kamu jadi kucing yang manis selamanya ya? Kamu harus tahu betapa sayangnya kami ke kamu. Kamu kan selama ini tinggal di rumah kami gak perlu mikirin sewa kost; biaya salon; ongkos katering; bayar listrik dan air; berobat, dst-dst. Enak kan? Itulah doa dan pesan Milly ke Poo Yee didalam hati.

Esoknya, tatkala Yeri lewat dekat Poo Yee—saat istirahat main kucing-kucing di dalam rumah—sontak sesosok bayangan berlari secepat kilat menerjang apa saja yang ada didepannya dengan penuh kepanikan. BRUK-BRAK!!@#*!^ - BRAK-BRUK!!*+#@^ (suara gaduh gedumbrangan). Tak lama itu terdengar teriakan, “Pooooo Yyeeeeeee!!!! ...”(#)

)* Memang Poo Yee ternyata belum sepenuhnya sembuh dari tabiat paniknya. 
Milly dan Yeri yang banyak-banyak sabar ya. Hehehe ...

>>Back to: Our Cat Stories!

Selasa, 12 Agustus 2014

Waktunya Rocha Main


Zack De La Rocha (panggilan sayang: Rocha), kucing kesayangan Yeri sungguh kasihan. Selama ini Rocha banyak dikurung di kamarnya. Rocha adalah raja bagi kalangan kucing di rumah Milly dan Yeri. Tak ada satu pun kucing jantan yang ada di rumah yang cukup bernyali dan menang berkelahi dengan Rocha. Kucing jantan lain selain Rocha; Chokey, notabene kucing jantan senior yang mulai uzur (usianya sekitar 13 tahun). Lainnya adalah kucing-kucing jantan muda, ibarat anak hijau baru kemarin sore; seperti Dodoy dan Boboy (ini anak-anaknya Rocha sendiri); dan Neo, yang sebaya dengan dua anak tadi.

Selebihnya adalah para cewek; Puput (kepala geng), Becky (new comer) dan Poo Yee (anak Rocha juga). Nah, diantara umat kucing di rumah Milly dan Yeri itu Rocha lah yang mendaulat diri menjadi rajanya. Maka, kalo Rocha dikeluarkan dari kamarnya, dia akan selalu ingin mendominasi suasana. Jika bertemu muka dengan Chokey, tak perlu waktu lama keduanya akan langsung berduel. Jika keduanya berduel; ibarat film-film koboi Hollywood situasi seketika gaduh; suasana hiruk pikuk kacau balau; kucing-kucing lain panik lari tunggang langgang; dan yang ada di sekitar pecah belah berantakan.

Sebelum Chokey dihajar habis-habisan oleh Rocha, secepat mungkin dilakukan langkah-langkah evakuasi oleh Milly, Yeri dan Indro,

“Rochhaaa! Rochaa! Stooopp! Brenntiii! Huuszz! Hei-heiii!”, semuanya dibuat panik jika perkelahian dimulai.

Milly menangkap Chokey; sementara Yeri memegangi Rocha. Indro bersigap menyiapkan kamar Rocha. Tak mudah melerainya, sebab Rocha sungguh ingin menunjukkan dominasi dan kemachoannya,

“Meeoong! Meeeooong!”, teriak Rocha. “Ee! Anak mane lo! Anak mane lo? Ni gue yang megang sini! Gue gibas abis lo!” (Kali itu umpatan Rocha ke Chokey).

Jikapun di lain kesempatan Rocha dibiarkan bermain keluar kandang tanpa ada Chokey—yang dianggap sebagai rivalnya—prilaku rajanya tak bisa dicegah untuk pipis sana pipis sini (spraying). Wah, kalo sudah begitu tanpa pandang bulu apapun akan dipipisi sama Rocha. Ya ellaaah, serba salah jadinya. Di kandangin terus Rocha kasihan; dibiarin main keluar selalu bikin ulah. Maka, setelah melalui evaluasi mendalam oleh Milly dan Yeri untuk sementara waktu Rocha memang dibiarkan untuk tetap di kandang bersama dengan tangga lompat favoritnya.

Kandang Rocha terletak pas disamping jendela besar di kamar kucing Milly dan Yeri, di belakang rumah. Di dekat jendela itu pula tangga lompat ditaruh; sehingga menjadi kebiasaan Rocha untuk nongkrong di papan lompat paling atas yang langsung menghadap ke jendela. Di situlah seringnya Rocha nemplok sambil melepaskan pandangannya ke dunia luar dengan gayanya yang khas sekali; merunduk menjulurkan kedua kaki depannya setengah menjuntai. Mimik wajahnya murung dan beteTampak sekali ia iri dengan rekannya yang lain yang menikmati jam bebas istirahat keluar kandang.

Begitulah pemandangan Rocha sehari-hari. Milly dan Yeri sesunguhnya sangat kasihan dan sayang sekali sama Rocha. “'Yang, kesian banget ya lihat Rocha kayak giituuu mulu. Kali bosen dia. Kelihatan betteee banget!”, ujar Yeri ke Milly. “Hiyya, ya abis gimana donk ya? Bingung juga sih. Rocha mah galak sama yang lain. Belum lagi kebiasaan sprayingnya. Ya gak tega sih lihat dia dikurung mulu”, jawab Milly. “Hemhh, gimana ya?”, keluh Yeri dalam hati sambil garuk-garuk kepala. Lama tak ada jawaban atas situasi dilematis yang dialami Rocha. Tidak bisa tidak; untuk beberapa waktu lamanya Rocha tetap hanya berkutat-kutat di kandangnya saja.

Suatu hari, Indro melapor,

Mas, itu si Rocha kok makin kurus ya? Agak susah makan. Penampilannya pun makin kusut. Padahal jadwal makan dan mandi rutin seperti biasa”,

Mosok sih?”, balas Yeri.

Setengah tak percaya, Yeri berlari ke kamar Rocha,

“Masya Allah ca! Kenapa kamu? Kok, kamu awut-awutan gini sih! Kayak Bob Marley aja. Gimbal-gimbal gak karuan! Kenapa ca?”, tanya Yeri panik.

Rocha yang memang punya kedekatan emosional dengan Yeri lantas mengeong-ngeong menyambut Yeri. Merapatkan badan dan mengibas-ngibaskan ekornya. Yeri tampak sedih melihat kondisi Rocha yang murung dan acakadut. Makanan di piringnya tetap utuh.

Setelah berdiskusi dengan Milly dan melakukan pengamatan intensif selama beberapa waktu berikutnya disimpulkan bahwa Rocha sebetulnya sehat; hanya, kebelet kawin. Untuk itu akan disiapkan pasangan yang akan dijodokan ke Rocha. Dan pilihannya jatuh ke Becky. Segeralah Becky dikondisikan untuk kawin dengan Rocha. Tak lama itu momen perkawinanpun berlangsung. Kawinnya sukses tapi disela dengan sedikit keributan; sebab Rocha memicu KDRT setelah mengawini Becky. Hallaaah! Rocha-Rocha.

Dan yang tak kalah penting adalah, setelah kawin, Rocha kembali sehat wal afiat. (Hehehe ... minta kawin sampe stress kayak Bob Marley si Rocha).

Alhamdulillah, selang beberapa waktu setelahnya tampak perubahan signifikan di Rocha. Badan Rocha kembali atletis seperti sediakala. Nafsu makannya telah kembali pulih. Bulu-bulunya pun tak lagi kusut awut-awutan seperti sebelumnya. Gak lagi mirip Bob Marley; Rocha kini balik ke penampilan semulanya yang kelimis. Kumisnya kembali melintang penuh wibawa. Setidaknya setelah ‘hajat’ –nya terpenuhi, Rocha tampil normally as use to be. Syukur deh.

Sayangnya, kondisi tsb gak berlangsung lama. Di hari-hari berikutnya, Rocha kembali banyak melongo.

Yeri kembali dibikin gelisah oleh sebab itu. Sambil terus mikir gimana cara bikin Rocha happy—atau minimal bisa membuatnya gak merasa bosan—tiba-tiba terlintas di kepala Yeri, “Kenapa enggak Rocha diajak jalan-jalan keluar ya? Pake harnest. Kan terjaga gak bisa lari? Okkee! Ide bagus nih!”, lonjak Yeri. Tak buang waktu lama Yeri segera menyampaikan idenya itu ke Milly yang lalu manggut-manggut setuju; ia pun memesan harnest ke Indro. Segera setelah harnest didapat, Yeri berlari ke kandang Rocha lantas merayunya untuk mau dikenakan harnest. Rocha ketika itu pasrah saja. Tak lama kemudian; jrengg! Rocha sudah ber- harnest ria.

Yeri menggendongnya membawanya ke depan rumah lalu membiarkan Rocha berjalan dengan harnest terkekang ditangan Yeri. Yiiippie! Berhasil juga ngajak Rocha jalan-jalan keluar. 

Mulanya Rocha tampak sekali gak nyaman. Ia berontak-berontak membikin Yeri tergopoh-gopoh. Kadang Yeri harus menarik Rocha kesana kemari; lintang pukang. Dan melihat situasi di depan rumah dimana mobil dan motor berlalu-lalang, kadang dengan suara knalpot yang bising, seringkali membuat Rocha panik yang membuatnya spontan ngaciiir kedalam rumah. Yeri dengan sabar mengajaknya kembali keluar. Terus begitu. Berkali-kali.

Lama-lama agenda ngajak main Rocha (keluar kandang ber- harnest ria) menjadi hal rutin. Rocha pun perlahan mulai beradaptasi. Dengan begitu, ketemulah jawaban cara membuat Rocha supaya tidak bosan menghuni kandang. Seperti juga manusia, hewan pun butuh suasana berbeda sekedar untuk membebaskan diri dari kejenuhan; bahkan seekor Rocha sekalipun memerlukan relaksasi seperti halnya kita. Yeri, Milly dan Indro bahagia melihat Rocha kembali happy dengan terapi jalan-jalan.

Bagi kalian cat lovers dimanapun berada, jika si Empuss di rumah mengalami kejenuhan atau bahkan stress sebab suasana yang monoton; tak ada salahnya mengajaknya jalan-jalan ber- harnest ria. (#)

>>Back to: Our Cat Stories!

Senin, 11 Agustus 2014

Yang Tak Kembali



Rumah terasa sepi. Tak ada lagi ‘Eongan’ si Oddie. Sudah cukup lama Oddie tak lagi disini. Kendala waktu adalah satu-satunya alasan—setelah sekian lama sejak minggatnya si Oddie—untuk menuliskan kisah tentangnya. Prilakunya yang konyol; cerewet dan menyebalkan tak lagi mengisi hari-hari di rumah Milly dan Yeri. Namun, justru karena keunikan prilakunya itu yang membuat Oddie selamanya dikangeni oleh Milly sekeluarga. Sejak perginya Oddie, Milly sering merasa nelongso.

“Biar kata ngejengkelin, ngeselin, aku kok selalu kangen sama si Oddie!’, keluh Milly.

Memang lama tak kembali, Oddie tak jelas dimana rimbanya. Tak ada yang tahu kemana si Oddie pergi. Yang menjadi kebiasaan Oddie selama ini adalah bahwa jika malam tiba, memang Oddie tak diizinkan tidur didalam rumah. Yeri yang melarang; sebab meski pernah dibiasakan untuk bobo di rumah dengan paket makan malam lengkap plus toilet yang disediakan khusus untuknya; Oddie beberapa kali melakukan pelanggaran. Pup di lantai atau mengacak-acak toiletnya sendiri hingga berantakan. Alhasil, esok paginya giliran Yeri ngedumel dan mencak-mencak.

Sejak itu, bila waktu istirahat malam tiba untuk Milly dan Yeri; Oddie yang biasanya masih petantang-petenteng seliweran di dalam rumah akan segera disergap Milly, digendong dan dilepas-liarkan keluar rumah.

“Oddie! Uh, kena kamu. Hihihi, hayyoo waktunya bobo diluar ya. Kamu reseh sih kalo bobo didalem. Yayaya? Hihihi ...”, ledek Milly.

Begitulah telah menjadi kebiasaan malam Milly mengeluarkan Oddie dikala menjelang tidur. Untuk itu Milly atau Indro (adiknya) telah lebih dulu menyiapkan air dan santap malam Oddie di luar rumah.

Di taruh oleh Milly tak jauh dari pintu samping sebelah luar rumah; Oddie hanya mengeong-ngeong seolah tak terima di-reject oleh Milly dan Yeri.

“Ngeooong- ngeeooong! Ngeeeeooong!”, itu mungkin nada protes yang menjadi aspirasi yang tertolak dari seekor Oddie. Bila ‘diterjemahkan’ ke bahasa manusia mungkin kira-kira artinya begini, “Hey! Boss! Ngapa daku selalu kau suruh keluar? Tak bisakah daku dibiarkan begadang di dalam biar bisa meringkuk dimana daku suka? Boss! Janjilah, daku gakkan lagi Ee sembarangan!”, teriak Oddie.

Lama kelamaan Oddie pun kian tumbuh dewasa. Wataknya yang tengil namun penakut tak juga dapat mencegahnya untuk menghadapi tuntutan alamiah perkembangan; yakni, kebelet kawin. Nah, dengan dimulainya desakan ‘arus bawah’ (baca: birahi), gaya si Oddie makin gak karuan. Minjam istilah dari salah satu iklan rokok nasional—atau si Oddie juga mungkin pernah dengar atau membacanya (ce ileee, emang anak sekolahan! Haha!)—kali ‘ni kucing terinspirasi slogan ‘Bebaskan ekspresi lo!’, jadi ya Oddie tambah suka-suka. Makin sulit diharap dan gak bisa diatur. Puyeng Milly dibuatnya.

Sejak Oddie masuk masa birahi, sesungguhnya Milly dan Yeri tak lagi harus pusing sekedar jumpalitan mengejar-ngejar Oddie untuk menangkap dan mengeluarkannya di malam hari. Sebab, dengan kesibukan barunya menggebet kucing-kucing cewek sekitar justru jam operasi si Oddie seringnya malah malam hari—kali sama Oddie sandi operasinya dinamain ‘Operasi Kalong’; kaleee (hahaha!). Yang pasti, sejak dengan hobi barunya ini lama kelamaan Oddie gak lagi betah nongkrong di rumah. Kelayapan teruuss. Bahkan seperti sudah menjiwai lagu dangdut Bang Toyib; Oddie makin jarang pulang.

Akhirnya mulai terasa; dengan Oddie jadi Bang Toyib, keceriaan di rumah perlahan ikut pula terenggut. Yang ada giliran Milly yang manggut-manggut sebab resah gelisah menanti-nanti si Oddie yang tak jua menampakkan dirinya.

“Hadduuuh, si Oddie kemana ya 'yang?”

“Kok gak pulang-pulang? …”

“Udah lama banggett. Gimana makannya tuh anak?”

“Kalo kenapa-kenapa gimana yaa?”

“Addduuuh, kangen banget sama Oddie …”, keluh Milly.

Yeri hanya ngangguk-ngangguk tepekur. Milly masih jua tak jenak hampir setiap hari; hari berganti minggu; minggu berganti bulan; akhirnya berbulan-bulan hingga kini.

Menurut kesaksian salah salah seorang saksi hidup sekaligus saksi mata (selevel dibawah saksi ahli-lah, hihi), Mbak Surti, tetangga depan rumah; Oddie terakhir kali terlihat manakala lewat depan rumahnya saat ia jemur pakaian. Ia melihat Oddie tengah fokus memburu dan mengejar-ngejar cewek incerannya; blingsatan kucing-kucingan (emang kucing beneran kok ya? Hehe) kian kemari. Luput dari perhatiannya apakah si Oddie sukses menggombali cewek yang dikejar-kejarnya itu atau tidak. Setidaknya itulah satu-satunya alibi menurut penuturan saksi.

Milly kian merana mengetahui sedikitnya fakta pendukung yang dapat dijadikan pentunjuk yang bisa mengungkap mesteri hilangnya si Oddie. Seringkali Milly murung sekedar memikirkan si Oddie bin Toyib itu. “Oddie kemana kamu? Dimana kamu? Ah, jangan-jangan kamu ketabrak mobil kali ya?”, Milly mulai meracau, “Atau kamu diculik orang? Wah, kamu diculik kali ya? Oddie ... Oddiiiiiiiiiiiie! I miss you much!”, kegalauan tak peri membikin Milly semakin sering tampak murung. Yeri hanya menggeleng-gelengkan kepala, “Sabbaarrr ...”, hiburnya.

Memang sulit dipastikan kemana gerangan si Oddie pergi. Apakah ia tewas sebab kecelakaan? Tapi, tak ada satupun berita yang mereka dengar tentang itu. Setidaknya bila memang iya; jasad Oddie biarlah mereka yang mengurusnya. Atau? Apa iya ada yang menculiknya? Maksudnya mengadopsi dan memeliharanya? Kalo begini ya enggak apa-apa, moga tidak merepotkan majikan barunya. Atau juga? Mungkin si Oddie sudah bertemu dengan jodoh yang diidam-idamkannya; lalu janji sehidup semati dan pergi merantau berdua sambil membina rumah tangga impian mereka? (Uhhuyy!).

Bila kemungkinan yang terakhir yang terjadi; Milly dan Yeri berharap demikian dan tak lupa turut mendoakan. “Oddie, dimanapun kau berada semoga engkau selalu terlindungi; enggak ada yang menyakiti; bahagia dan sehat-sehat selalu ya ...”, gumam Milly di kala malam di setiap akan menutup pintu rumah menjelang mereka tidur. Itulah momen yang akan selalu mereka ingat di saat waktu bermain Oddie didalam rumah berakhir. Tentu, kenangan tinggallah kenangan. Betapapun Oddie menjengkelkan; lebih banyaklah ia menghibur dan sangat dirindukan. (#)

>>Back to: Our Cat Stories!