Rumah terasa sepi.
Tak ada lagi ‘Eongan’ si Oddie. Sudah cukup lama Oddie tak lagi disini. Kendala
waktu adalah satu-satunya alasan—setelah sekian lama sejak minggatnya si Oddie—untuk
menuliskan kisah tentangnya. Prilakunya yang konyol; cerewet dan menyebalkan
tak lagi mengisi hari-hari di rumah Milly dan Yeri. Namun, justru karena
keunikan prilakunya itu yang membuat Oddie selamanya dikangeni oleh Milly
sekeluarga. Sejak perginya Oddie, Milly sering merasa nelongso.
“Biar kata
ngejengkelin, ngeselin, aku kok selalu kangen sama si Oddie!’, keluh Milly.
Memang lama tak kembali,
Oddie tak jelas dimana rimbanya. Tak ada yang tahu kemana si Oddie pergi. Yang
menjadi kebiasaan Oddie selama ini adalah bahwa jika malam tiba, memang Oddie
tak diizinkan tidur didalam rumah. Yeri yang melarang; sebab meski pernah
dibiasakan untuk bobo di rumah dengan
paket makan malam lengkap plus toilet yang disediakan khusus untuknya; Oddie beberapa
kali melakukan pelanggaran. Pup di lantai atau mengacak-acak toiletnya sendiri
hingga berantakan. Alhasil, esok paginya giliran Yeri ngedumel dan mencak-mencak.
Sejak itu, bila waktu
istirahat malam tiba untuk Milly dan Yeri; Oddie yang biasanya masih petantang-petenteng seliweran di dalam
rumah akan segera disergap Milly, digendong dan dilepas-liarkan keluar rumah.
“Oddie! Uh, kena
kamu. Hihihi, hayyoo waktunya bobo
diluar ya. Kamu reseh sih kalo bobo didalem. Yayaya? Hihihi ...”, ledek Milly.
Begitulah telah
menjadi kebiasaan malam Milly mengeluarkan Oddie dikala menjelang tidur. Untuk
itu Milly atau Indro (adiknya) telah lebih dulu menyiapkan air dan santap
malam Oddie di luar rumah.
Di taruh oleh Milly
tak jauh dari pintu samping sebelah luar rumah; Oddie hanya mengeong-ngeong seolah tak terima di-reject oleh Milly dan Yeri.
“Ngeooong- ngeeooong!
Ngeeeeooong!”, itu mungkin nada protes yang menjadi aspirasi yang tertolak dari
seekor Oddie. Bila ‘diterjemahkan’ ke bahasa manusia mungkin kira-kira artinya
begini, “Hey! Boss! Ngapa daku selalu kau suruh keluar? Tak bisakah daku dibiarkan
begadang di dalam biar bisa meringkuk dimana daku suka? Boss! Janjilah, daku
gakkan lagi Ee sembarangan!”, teriak Oddie.
Lama kelamaan Oddie
pun kian tumbuh dewasa. Wataknya yang tengil namun penakut tak juga dapat
mencegahnya untuk menghadapi tuntutan alamiah perkembangan; yakni, kebelet kawin. Nah, dengan dimulainya
desakan ‘arus bawah’ (baca: birahi), gaya si Oddie makin gak karuan. Minjam
istilah dari salah satu iklan rokok nasional—atau si Oddie juga mungkin pernah
dengar atau membacanya (ce ileee, emang anak sekolahan! Haha!)—kali ‘ni kucing
terinspirasi slogan ‘Bebaskan ekspresi lo!’, jadi ya Oddie tambah suka-suka.
Makin sulit diharap dan gak bisa diatur. Puyeng Milly dibuatnya.
Sejak Oddie masuk
masa birahi, sesungguhnya Milly dan Yeri tak lagi harus pusing sekedar
jumpalitan mengejar-ngejar Oddie untuk menangkap dan mengeluarkannya di malam
hari. Sebab, dengan kesibukan barunya menggebet
kucing-kucing cewek sekitar justru jam operasi si Oddie seringnya malah malam
hari—kali sama Oddie sandi operasinya dinamain ‘Operasi Kalong’; kaleee (hahaha!). Yang pasti, sejak
dengan hobi barunya ini lama kelamaan Oddie gak lagi betah nongkrong di rumah.
Kelayapan teruuss. Bahkan seperti sudah menjiwai lagu dangdut Bang Toyib; Oddie
makin jarang pulang.
Akhirnya mulai
terasa; dengan Oddie jadi Bang Toyib, keceriaan di rumah perlahan ikut pula
terenggut. Yang ada giliran Milly yang manggut-manggut sebab resah gelisah
menanti-nanti si Oddie yang tak jua menampakkan dirinya.
“Hadduuuh, si Oddie
kemana ya 'yang?”
“Kok gak
pulang-pulang? …”
“Udah lama banggett.
Gimana makannya tuh anak?”
“Kalo kenapa-kenapa
gimana yaa?”
“Addduuuh, kangen
banget sama Oddie …”, keluh Milly.
Yeri hanya
ngangguk-ngangguk tepekur. Milly masih jua tak jenak hampir setiap hari; hari
berganti minggu; minggu berganti bulan; akhirnya berbulan-bulan hingga kini.
Menurut kesaksian
salah salah seorang saksi hidup sekaligus saksi mata (selevel dibawah saksi
ahli-lah, hihi), Mbak Surti, tetangga depan rumah; Oddie terakhir kali terlihat
manakala lewat depan rumahnya saat ia jemur pakaian. Ia melihat Oddie tengah
fokus memburu dan mengejar-ngejar cewek incerannya; blingsatan kucing-kucingan (emang kucing beneran kok ya? Hehe) kian
kemari. Luput dari perhatiannya apakah si Oddie sukses menggombali cewek yang dikejar-kejarnya itu atau tidak. Setidaknya
itulah satu-satunya alibi menurut penuturan saksi.
Milly kian merana mengetahui
sedikitnya fakta pendukung yang dapat dijadikan pentunjuk yang bisa mengungkap
mesteri hilangnya si Oddie. Seringkali Milly murung sekedar memikirkan si Oddie
bin Toyib itu. “Oddie kemana kamu? Dimana kamu? Ah, jangan-jangan kamu ketabrak
mobil kali ya?”, Milly mulai meracau, “Atau kamu diculik orang? Wah, kamu
diculik kali ya? Oddie ... Oddiiiiiiiiiiiie! I miss you much!”, kegalauan tak
peri membikin Milly semakin sering tampak murung. Yeri hanya menggeleng-gelengkan
kepala, “Sabbaarrr ...”, hiburnya.
Memang sulit
dipastikan kemana gerangan si Oddie pergi. Apakah ia tewas sebab kecelakaan?
Tapi, tak ada satupun berita yang mereka dengar tentang itu. Setidaknya bila
memang iya; jasad Oddie biarlah mereka yang mengurusnya. Atau? Apa iya ada yang
menculiknya? Maksudnya mengadopsi dan memeliharanya? Kalo begini ya enggak
apa-apa, moga tidak merepotkan majikan barunya. Atau juga? Mungkin si Oddie
sudah bertemu dengan jodoh yang diidam-idamkannya; lalu janji sehidup semati
dan pergi merantau berdua sambil membina rumah tangga impian mereka? (Uhhuyy!).
Bila kemungkinan yang
terakhir yang terjadi; Milly dan Yeri berharap demikian dan tak lupa turut
mendoakan. “Oddie, dimanapun kau berada semoga engkau selalu terlindungi;
enggak ada yang menyakiti; bahagia dan sehat-sehat selalu ya ...”, gumam Milly
di kala malam di setiap akan menutup pintu rumah menjelang mereka tidur. Itulah
momen yang akan selalu mereka ingat di saat waktu bermain Oddie didalam rumah berakhir.
Tentu, kenangan tinggallah kenangan. Betapapun Oddie menjengkelkan; lebih
banyaklah ia menghibur dan sangat dirindukan. (#)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar