Oddie emang beda sendiri. Meski 'anak lokal', tapi gaya flamboyannya melampaui 'anak-anak
borju' kayak Rocha, Chokey, dll. Gerak-geriknya selalu tampak teratur, tenang, santai, bahkan
seolah tebar pesona senantiasa. Oddie seperti sengaja untuk
selalu menarik perhatian siapapun yang ada di sekelilingnya. Wah! ‘Ni kucing emang gayya
bangedd! Tengil! Itu pula yang bikin Milly kesengsem sama Oddie. Sudah sekitar 3 bulan belakangan
ini Oddie diadopsi Milly dan Yeri.
Tapi, secara sifat sebetulnya Oddie cuma menang di gaya. Kalo
soal nyali; ni anak cemen juga. Oddie kalo bertemu muka dengan kucing-kucing jantan
lainnya—baik yang di rumah, maupun
kucing-kucing stray di luaran yang
mampir untuk numpang makan ke rumah Milly—langsung ngibrit! Ngacir terbirit-birit kedalam rumah. Milly secara teratur di
setiap jam makan tiba (pagi, siang, malam) memang selalu menyediakan mangkuk
makanan untuk kucing-kucing stray di
luar rumah yang ditaruhnya di teras samping.
Si kucing-kucing stray 'langganan' yang teridentifikasi
sebagai 'Stella', si Black Garong (Milly lebih suka memanggilnya si 'Icem'), kadang ada juga yang lainnya, sudah tahu jadwal-jadwal
'open house' untuk mereka makan. Nah, jika waktu-waktu makan
tiba, dimana Milly mulai menaruh makanan untuk
mereka di teras, si Oddie yang juga tahu akan
lebih dulu mengintip-ngintip sikon di luar rumah. Kalo Stella datang; bukan
masalah baginya. Tapi manakala si Black Garong datang dengan gaya khasnya
bak 'intel'; itu baru masalah.
Mulailah terlihat mental cemen Oddie
sesungguhnya. Dalam sekejap citra dirinya
sebagai kucing yang cool dan
flamboyan sirna. Tanpa banyak timbang ini-itu, Oddie ambil langkah seribu tunggang-langgang menghidar lari
masuk ke rumah. Hanya lucunya, sebatas di balik
pintu samping rumah Milly bagian dalam, Oddie berhenti, berbalik mengintip-ngintip dan mengawasi si Black
Garong yang dengan lahap nan waspada menyantap makanan
yang tersedia. Kadang ditemani Stella.
Dibalik daun pintu teras yang aman—yang mungkin juga pada posisi tak terlihat oleh si Black Garong dan Stella—oddie
memperhatikan
dengan extra hati-hati kedua temannya
yang asik berbagi makanan dalam suasana tenang dan damai. Pada situasi yang apes itu, tampak ekspresi Oddie yang pasrah, menggerutu sambil berkali-kali 'menelan ludah'.
Sebab kejadian seperti ini terus
berulang setiap waktu; Milly yang kasihan melihat
Oddie mulai berinisiatif untuk memisahkan jatah
makan spesial untuk Oddie.
Dari itu, sejak beroleh jatah
makannya sendiri, Oddie mulai mendapatkan kembali
citra dirinya yang sempat jatuh dan tercoreng. Sifat
tengilnya kembali pulih, gerak-geriknya ditata ulang untuk merestorasi
impresinya yang kuat soal citra diri kucing dengan pesona, yang menjunjung
tinggi-tinggi sifat cool dan
flamboyan dalam laku kesehariannya. Dengan demikian 'marwah'
dan martabat Oddie kembali terjaga. Ia tampak tampil 'pede' lagi; dan mulai dengan gayanya
yang memikat seperti dulu.
Tetapi seiring kembali pede -nya si Oddie; tingkahnya yang
lain yang menyebalkan juga muncul.
Itu terkait sifatnya yang suka-suka (orang Jawa bilang, seena'e dhewe!). Ini termasuk soal datang dan perginya si Oddie. Milly yang sudah kadung jatuh hati sama dia dibuatnya 'nelongso'. Kenapa? Sebab Milly berharap Oddie menjadi kucing yang manis dan penurut. Soal sikap manisnya, oke Oddie tetap tampak manis; tapi kalo soal penurut, seperti pernah dikatakan Yeri, Oddie memang benar-benar kucing tanpa komitmen.
Seolah soal keberadaannya itu 100%
ngikuti gimana mau hatinya saja. Tak bisa jadi kucing rumahan tulen. Datang dan pergi sesukanya. Kadang
diharap Milly pagi; nongolnya malah siang!
Diharap datang malam; muncul ba'da shubuh. Selalu begitu tanpa jadwal yang pasti sehingga sulit
diterka. Pokoknya Oddie sukses membikin hati Milly
galau tak menentu. Tinggallah Yeri yang kebingungan melihat Milly yang uring-uringan tak nafsu makan,
“Adduuuh, kemana ya si Oddie ya? kok, gak dateng-dateng”, keluh Milly.
Nanti giliran terlihat juntrungannya,
Oddie dengan gaya spesialnya yang tebar pesona
melenggang laksana langkah jumawa seorang diplomat
yang diatur protokoler; wajahnya innocent,
sikapnya tenang, lempang dan cenderung abai terhadap sikon di sekitarnya. Kadang ia masuk lewat teralis
jendela kamar Milly dan Yeri; kadang lewat pintu samping; kadang melalui pintu
atau jendela depan; atau kadang sesuka hatinya mau lewat mana saja.
Yang pasti dari arah mana pun ia
muncul langsung menjadi pelipur laranya Milly.
“Oooddiiee! Waaww, dari mana aja si kamu! Huuu-uuh! Sini! ta' unyel-unyel kamu!',
begitu teriak Milly. Oddie yang pasrah untuk ditangkap membalasnya dengan
mengeong-ngeong. Berikutnya terjadilah dialog dalam bahasa yang hanya dimengerti
oleh para cat lovers dan si kucing
itu sendiri. Yang menyaksikan seperti Yeri, hanya geleng-geleng kepala. Setelah beberapa kali kejadian seperti itu, Milly bertekad untuk melokalisirnya melalui program domestikisasi
si Oddie.
Melalui program ciptaannya tsb—dengan kombinasi formula ala kecakapan personal, pendekatan
psikis dan kurikulum character building
yang disesuaikan—Milly berharap Oddie bisa 'dibentuk'
menjadi kucing yang lebih beretika dan penurut. Untuk
itu sebagai langkah awal menjadikan Oddie kucing rumahan tulen;
maka Oddie harus dibuat terbiasa dan
kerasan tinggal di rumah. Mulailah sejak itu Oddie 'dirumahkan'. Segala macam kebutuhannya
difasilitasi Milly agar Oddie betah tinggal di rumah.
Sementara Yeri masih tampak terlihat pesimis atas program yang
dicanangkan Milly. “Hehmm, coba aja nanti lihat deh, orang kucing susah
diatur. Sok manisnya doang!', gerutu Yeri. Walau begitu, di lubuk
hatinya yang terdalam Yeri pun sesungguhnya
menyukai Oddie; hanya saja sifat Oddie yang suka-suka dan dicapnya 'nggak ada komitmen' seringkali membuatnya jengkel. “Huu, kucing gak tau disayang. Udah dimanja-manjain malah bikin galau
gak pulang-pulang”, kesahnya. (#)

Tidak ada komentar:
Posting Komentar