Belum
lama ini tiba-tiba muncul
seekor kucing kampung (domestic cat;
atau 'domecat') yang bertampang manis, sangat pede dan sok akrab, di
rumah Milly dan
Yeri. Berwarna kuning
emas dengan gradasi belang di sekitar pangkal kaki dan ekornya. Wajahnya innocent alias lugu; dan lucu. Sebetulnya, tidak
cuma si kucing kampung ini saja yang suka bertamu; beberapa kucing kampung lainnya
juga sering mangkal ke rumah Milly dan Yeri sekedar cari jatah makan pagi, siang dan malam (Lhooo! Ini sih jatah
makan komplit sehari suntuk ya! He-he).
It's OK. Para domecat-domecat ini
biasanya nongol dan kabur setelah
usai melahap habis jatah makannya. Entah itu pagi, siang atau malam. Ada jantan yang
tampangnya mirip model Wiskhas
(dipanggilnya si 'Wisky');
ada betina yang berwarna belang abu hitam putih dinamai 'Stella'
(singkatan 'salah tangkap'; agak maksa sih akronimnya); dan ada juga jantan
hitam pekat yang gesit dengan gerak-gerik cekatan dan selalu waspada, Milly menjulukinya
'si kucing garong'—nama legendaris bagi ras kucing kampung tentunya.
Nah,
belakangan, nongol pula si jantan kucing emas ini.
Berbeda
dengan domcat-domcat yang disebutkan tadi. Si kucing emas sangat eksentrik. Tampangnya
bersih, berpembawaan tenang, kalem, tidak malu-malu dan karenanya selalu menunjukkan sikap sok akrab yang tidak biasa. Gampang nempel ke orang-orang yang ada di
sekitarnya. Yeri
begitu melihat si kucing emas mondar-mandir di rumahnya sontak komentar, “Wah! Ni kucing sapa
nih? Kok bagus
ya?”,
ujarnya. Hari-hari awal
kemunculannya apresiasi ke si kucing emas masih tergolong biasa saja, meski
sudah menarik perhatian.
Setelah
tampak si kucing rutin bertandang setiap hari ke rumah Milly dan Yeri; dan seolah
telah menganggapnya jadi rumah sendiri, keduanya pun mulai memusatkan
perhatiannya ke si kucing emas ini. “’Yang! Ini kucing yang saya
ceritain itu. Selalu
ada di rumah sekarang!”, jelas Yeri, “Oo, ini. Hiyya, emang
bagus ya!”, tak ambil tempo Milly langsung menangkap dan menimang-nimangnya dengan
girang, “Waaww! Keren. Lucu. Nurut lagi! Ah, mo ta’ piara aja ah!”, sahut Milly.
Milly
memang telah lama bilang ke Yeri bahwa ia sangat ingin sekali memiliki kucing kampung. Secara karakter,
kucing kampung lebih pengertian pada majikannya; lebih aktif dan interaktif. Itu yang
membedakannya dengan sifat kucing ras yang cenderung selfish (egois); pasif dan 'pemalas'. Tapi kalo soal
tampang; kucing kampung (domecat)
memang pantes untuk minder; sebab, soal ganteng dan kece -nya gak kelawan bro’! He-he. Tapi kelebihan
sifat domecat yang manis, itu poin
plus yang bikin jatuh hati.
“Aku mo kasih nama Oneng lah!', kata
Milly, “Wiii, jelek amat.
Nih, saya kasih
nama Goldy
aja!”, timpal
Yeri, “Sebabnya kan bulunya kuning emas. Jadi gold gitu. Goldy!', jelas Yeri; rupanya Milly gak mau terima cuma-cuma soal ide Yeri, “Ya udah kalo gitu, nama panggilannya Oddie ya!”, diskusi soal
nama diantara mereka berdua akhirnya mencapai kata sepakat. Dan sejak itu si
kucing emas yang pede dan sok akrab nan beruntung itu menyandang
nama Goldy.
Karena si
Oddie sudah
berasa menjadi keluarga baru Milly dan Yeri; dengan sendirinya ia lalu memiliki hak previlege untuk hidup nyaman di rumah
mereka. Milly tak kurang-kurang memanjakan Oddie. Jatah makan
dijamin; tidur di springbed dan kamar
ber- AC (kalo sudah begini; Oddie bisa hanya tidur seharian dari pagi sampai malam kayak
kucing klenger); toilet disiapkan
tinggal pakai dan tak harus membersihkan sendiri (iyyaa-aa lha ya!); plus
perhatian dan kasih sayang total dari Milly ke Oddie.
Waaahh!
pokoknya, Yeri aja
dibuat ngiri!
Tapi Yeri tahu, bahwa
di waktu-waktu
tertentu Oddie
sering nyelinap pergi entah kemana. Yang Yeri tahu saat pergi atau pulang balik ke rumah, Oddie selalu dari
arah yang sama; yaitu ke dan dari arah Gang Mandiri depan rumah mereka. Dan jika si Oddie mulai kumat
ngilangnya, Milly
akan selalu sibuk bertanya, “Kemmanaa sih si Oddie? Kangen! Gemmessin tu
kucing!', Yeri
menjawab, “Ahh, itu
mah kucing gak ada komitmen! Jiwanya bebas. Gak bisa
diatur!', Milly
lalu meringis.
Karena sifatnya itu; yang bentar-bentar melipir, bentar-bentar melipir,
Yeri akhirnya
menambahkan julukan untuk si Oddie. Pada
namanya ditambahi dua suku kata di belakang: Lee Oz. Tambahan
nama belakang itu sebetulnya adalah plesetan dari frasa 'leos'; yang dalam
bahasa ibu Yeri dan Milly (Sundanese) berarti
'melipir'. Cuma
supaya kelihatan keren, dalam teknis penulisannya dibuat menjadi 'Lee Oz'; yaahh, … biar agak
beraroma artis internasional laah!
Maka, Goldy Lee Oz sejak itu
menjadi kucing-kucing Milly dan Yeri setelah Chokey, Rocha, Puput dan Poo Yee. Oddie menjadi
satu-satunya
representasi kucing kampung di rumah mereka mewakili ras domecat seluruh Indonesia! (bayangkan, alangkah hebatnya si Goldy Lee Oz itu di tengah-tengah Milly dan Yeri). Sementara Oddie kini
menjalani gaya hidup kucing rumahan yang serba berkecukupan; rekan-rekan sejawatnya yang
lain—si Stella dan si Black Garong—tetap mangkal di teras
depan rumah di waktu-waktu jam
makan tiba. (#)
>>Back to: Our Cat Stories!