#UPDATE INFO:

Selasa, 14 Oktober 2014

Jeng Tella dan Uni Ciprut (Part 2)


Di Part 1 tulisan ini telah dikisahkan bagaimana Stella si kucing dome menjadi bagian dari keluarga Milly dan Yeri. Selang beberapa waktu setelah Stella, muncul pula kucing dome betina lainnya. Dengan motif bulu dominan putih dengan point hitam dan kuning, kucing ini pertamakali dijumpai oleh Yeri di pekarangan musholla dekat rumah mereka, Musholla Nurul Hidayah Gang Mandiri. Sewaktu di musholla itu Yeri melihat sesosok kucing yang berjalan glesotan merangkak terhuyung-huyung terlihat kepayahan sekali. Badannya kurus banget; hingga tulang-belulangnya tampak bertonjolan. Yeri yang menyaksikannya saja kerasa miris.

“Wah, ‘ni kucing kenapa? Kurus bangett badannya ... Ih, jalannya juga kok glesotan gitu? Amit-amit. Sakit kayaknya ini kucing ...”, begitu gumam Yeri dalam hati. Sesampainya di rumah Yeri menceritakan hal itu ke Milly, isterinya. “Ih, kenapa enggak kamu bawa aja kesini. Kesian kan itu kucing. Kok kamu biarin aja sih?”, tuntut Milly. “Haddeeeh, enggak kepikiran ‘yang! ...”, balas Yeri melengos.

Tak lama dari peristiwa tsb, datanglah sekonyong-konyong kucing yang pernah diceritakan Yeri ke Milly itu ke rumah mereka. Lagi-lagi Yeri yang menemukan. Tanpa sengaja saat Yeri hendak berjalan ke teras depan rumah; lamat-lamat ia mendengar suara kucing yang seolah tengah merintih-rintih. “Eh, apaan tuh? Kok kayak suara kucing sakit. Ngeong- nya aneh? ...”. Penasaran, Yeri berkeliling menyelidik ke sekitar ruang kerjanya yang bersebelahan dengan teras rumah. 

Saat ia melongok ke jendela, tepat dibawah bagian dalam, terlihat olehnya seekor kucing kurus tengah meringkuk meringis-ringis. “Waaa, ini sih kucing yang kemarin itu! Lha kok basah-basahan gitu? Iiihh ...”, ungkap Yeri.

Bergegas Yeri memanggil Milly, “’Yaaaaangg! Ini kucingnya yang saya bilang kemarin! Ini kucciingnya niiih! Hhhh ...”. Sontak Milly berlari menuju Yeri.

“Appa? ... Gimana? ... hhah??”,

“Inii nih kucingnya! Itu, kenapa tuh? ... kok kayaknya dia ngebobo-in pipisnya sendiri sih? Ih, jijik ...”, ungkap Yeri geli.

Tampak Milly seksama memperhatikan keadaan si kucing. Matanya seolah tak berkedip. Milly terlihat tenang sekali. Khidmat. Sekejab suasana berubah menjadi melodramatis“Kamu diem ...”, ujar Milly ke Yeri. Yeri menjadi ikut terkesima terdiam melongo. Dengan tenangnya Milly mendekat dan mendekat ke sang kucing. Si kucing tetap dalam keadaannya mengeong meringis-ringis.

“Ini memang kucing sakit. Kayaknya lumayan nih sakitnya ...”, Milly bertafakur. 

Suasana sekitar tetap terkendali dan senyap. Perlahan Milly mulai memegangi dan mengelus-elus kucing tsb, “Uuu, kasiannya kamu puss-puss ... kamu sakit ya? Hah? Sakitt yya?”, ujar Milly berulang-ulang. Sang kucing hanya tergolek tak berdaya. “Mm, kamu kurus banget sih? Sampe tinggal tulang badannya. Hah? Kucingnya siapa kamu? Dibuang sama orang ya? Hmmm ... kalo memang iya, kurang ajar deh yang buang kamu. Kucing cakep kayak gini kok dibuang ya. Hhmmm ...”.

Yeri takjub sambil tetap mematung di tempatnya.

“Itu trus, pipisnya gimana?”, komentnya,

Wess, biar aku yang ngurus”, timpal Milly.

Tak berapa lama Milly segera mengubah keadaan. Ditanganinya si kucing sakit tsb dengan sepenuh perhatian dan kasih sayang. Ruang kerja Yeri diberesi dan dibenahi Milly hingga kembali bersih, rapi, wangi seperti keadaan semula. Si empunya ruang (Yeri maksudnya) tentu dibikin tersenyum tersungging-sungging merasa puas ruang kerjanya rapi jali lebih dari biasanya.

“Nahh, gettoo doonk ...”, puji Yeri ke Milly, “Aku kan gak bisa konsen kalo tempat kerja bau, berantakan ... you know lah”,

“Huh! Dasar. Aji mumpung!” Ketus Milly.

Si kucing dome sakit itu akhirnya benar-benar diadopsi Milly. Diperhatikan dan dirawatnya sungguh-sungguh hingga sembuh. Menurut Milly, sakitnya kucing itu disebabkan oleh masalah cacingan akut. Maka itu diobatilah si kucing dengan obat cacing yang paten oleh Milly secara kontinyu. Sejak dimulainya perawatan berangsur-angsur kondisi kesehatan si kucing kembali pulih dengan nafsu makan yang terus membaik. Setelah sekian lama perawatan sang kucing telah kembali sehat seperti sediakala. Bobot badannya ideal dan lincah seperti kucing sehat lainnya. Saking sehatnya malah seolah hiperaktif.

Sebab hiperaktif, tingkah-polahnya di rumah Milly dan Yeri seringkali memancing kegaduhan. Seperti biasa, hal tsb membikin Yeri ngedumel; tapi sebaliknya Milly. Apapun kegaduhan yang dibikin oleh si kucing, Milly malah tampak senang, memprotek dan membelanya. “Itu tandanya kucing sudah bener-bener sehat”, ungkap Milly enteng, “Grrrr ....” (Yeri meradang). Akhirnya kucing dome baru ini pun berteman dengan Stella. Namun, soal sifat antara keduanya jauh berbeda. Stella berprilaku sangat santun dan sangat berpegang teguh pada etiket.

Lain halnya si dome baru yang cenderung liar. Begitupun soal cara dan selera makan. Stella pilih-pilih; si dome baru ‘hajjar blehh!’.

Jangan tak percaya, bahkan makanan pedas seperti tempe balado dan rendang padang sekalipun disikat habis oleh si dome baru. 

Dan uniknya, lha kok doi seolah doyan banget sama panganan-panganan pedas. Hah, sungguh ajaib! Fakta-fakta tsb memancing komentar Yeri. “’Yang, si dome baru itu aneh juga ya? Mosok makanan-makanan pedas dia doyan?”, “Siapa, si Cici?”, rupanya Milly sudah menamai si kucing dome baru itu. “Iya, beda banget sama si Tella (nama panggilan Stella). Kalo Tella itu, wuallaahh ... Njawani bangedd. Slow, santun, berbudipekerti luhur. Lain dengan cici. Kali kelihatan dari cara dan selera makannya juga kali ya? Yang satu Njawani; satunya Sumaterani”, ujar Yeri.

“Nahh! Cocoknya dikasih nama yang pas tuh buat mereka berdua. Disesuaikan dengan personality –nya. Kalo Stella ta’ kasih panggilan ‘Jeng Tella’ saja. Soalnya Njawani ya. Kalo Cici, titelnya Uni’. Sebab dia doyan makan pedas dan rendang padang. Nama panjangnya Uni Ciprut’. Bolehlah tetap dipanggil Cici”. Demikian analisa kepribadian diuraikan mendalam oleh Yeri perihal Stella dan Cici. Milly tak ambil komentar. Tapi tampaknya setuju-setuju saja; itu terlihat dari ekspresi wajahnya yang happy dan sumringah mendengar usulan Yeri. 

Lebih penting dari itu, sebab kini telah ada dua ekor kucing dome pengganti Oddie di rumah mereka. Milly beroleh obat pelipur lara. (#)

)* The End of Story: Jeng Tella dan Uni Ciprut

>>Back to: Our Cat Stories!

Senin, 06 Oktober 2014

Jeng Tella dan Uni Ciprut (Part 1)


Ada dua ekor kucing dome lucu yang kini meramaikan rumah dan menjadi bagian keluarga Milly dan Yeri. Yang satu dinamai ‘Stella’, lainnya ‘Uni Ciprut’. Sebagaimana akan diceritakan, keduanya memiliki histori yang unik sampai akhirnya diadopsi menjadi kucing yang disayangi Milly dan Yeri. Awal peristiwa bermula sekira lebih dari 3 bulan yang lalu. Saat itu, rumah Milly dan Yeri tiba-tiba gaduh tak terkira. Diselidik-selidik, sumber kegaduhan ternyata berasal dari atas plafon rumah. Gedubragg! Gabrukk! Krraakk-krraakk! Sreeekkk ... (terus-menerus berulang-ulang). Kontan bunyi-bunyian gaduh tsb membikin jengkel seisi rumah.

“Walaahh! Apaan lagi si tuhh! Berisik bener! Dari kemaren kok gak ilang-ilang!”, omel Yeri tampak kesal sebab suara gaduh di atas rumahnya. Milly tanpa ekspresi celingak-celinguk seolah tak peduli keluhan suaminya, Yeri. 

Setelah beberapa saat kegaduhan mulai menjalar ke dalam rumah—akibat tingkah Yeri yang makin uring-uringan—akhirnya Milly angkat bicara, “Alaaaaah yaaang- yang, paling kucing kawin itu di atas!”, ketusnya, 

Iya tapi kok gak ada suaranya, cuman grabag-grubug aja dari kemarin!”, 

Sudah sih biar aja, ‘tar juga anteng sendiri”, koment Milly. 

Memang tak berapa lama itu kegaduhan perlahan mereda. Suasana kembali kondusif dan tenang.

Tak selang waktu lama, tanda-tanda kegaduhan dimulai kembali. Srreeek- ... srreekk- ... (hening sesaat) ... sreekkk- ... (hening lagi) ... (masih hening juga) ... (masih tetap hening) ... (lalu) ... Miaww- ... Miaww- ... Miiiaw-miaww-miiaw!! ... (suara anak kucing terdengar perlahan) ... Miiiaww! (Makin bersahutan). “Ooo, rupanya ini tokh. Kucing beranak di atas. Hhhmmm ...”, Yeri geleng-geleng kepala dan mengelus dada. Tapi setelah sekian waktu diamat-amati; didengarkan dengan konsentrasi penuh, menahan nafas, khidmat dan seksama; terdengar oleh Yeri bahwa yang ada di atas hanyalah suara anak-anak kucing. 

Tak tampak ada suara kucing dewasa atau induknya.

Setelah mengetahui ikhwal keadaan tsb, tidak bisa tidak Milly dan Yeri mulai merasa panik. Sebab jika si baby-baby cat itu dibiarkan lama atau ditinggalkan oleh induknya di atas, sementara mereka memerlukan perhatian dan susu dari sang induk; maka, alamat jadi masalah. Sebab, peluang para baby cat itu mati mungkin terjadi. Inilah resiko yang dikhawatirkan Milly dan Yeri. Segera keduanya mengutus petugas intel ke atas rumah. Indro -lah yang ditunjuk menunaikan misi yang amat mulia tsb. Berdasarkan laporan Indro dari TKP (atas palfon rumah), terkonfirmasi bahwa yang ditemukan di atas hanya para baby cat.

Segera Milly dan Yeri mencari-cari tahu siapakah indukan dari anak-anak kucing tsb. Berdasarkan motif warna bulu dari para baby cat tsb dicarilah oleh mereka kucing-kucing dome di sekitar rumah yang paling memiliki kemungkinan melahirkan motif bulu seperti para baby cat itu. Aksi penyisiran (sweeping) pun akhirnya dilakukan dengan cara seksama dan—sebisa mungkin—dalam tempo yang sesingkat-singkatnya menimbang kebutuhan dan keadaan para baby cat. Operasi pencarian tak berjalan mudah mengingat keberadaan kucing-kucing stray di luar rumah yang datang dan pergi tak berketentuan.

Adakalanya seekor muncul; lalu pergi; muncul lagi yang lain; pergi lagi; begitu terus bergantian.

Dan sejauh yang Milly, Yeri dan Indro amati; sampai dengan saat terakhir mereka melakukan pengintaian dan penyelidikan, tak satupun kucing stray di luar rumah yang memiliki ciri kemiripan (pola motif bulunya) dengan para baby cat itu. Sampai suatu ketika, dikala mereka bertiga hampir putus asa, dikirimlah oleh Allah seekor kucing yang secara fisik mungkin diduga adalah indukan dari para baby cat itu. Yeri –lah yang menemukan dan merasa feeling bahwa itulah indukan kucing yang selama ini dicari. “Ayyaaaaang! Indrroooooo! Sini! Ini kucingnya. Ini kucingnya! Ini pasti induknya nih! Ayo lekas kita tangkkapp! ...”.

Tergopoh-gopoh ketiganya meringkus kucing suspect.

Kucing suspect pun akhirnya berhasil ditangkap; dan segera melalui proses identifikasi; isolasi dan karantina sementara; disusul serangkaian pengamatan yang serius—bahkan inginnya sih melibatkan Tim DVI Polri dan Tim Inafis Polres Lamsel untuk olah TKP dan tes DNA yang bersangkutan (leebbayy kaleeee! Hahaha!). Alhasil, Milly, Yeri dan Indro, sangat yakin bahwa mereka telah menemukan indukan kucing yang dicari. Kucing suspect pun segera dipertemukan dengan para baby cat. Tapi, setelah sekian waktu mereka perhatikan sama sekali tak terbangun chemistry antara si anak dan induk kucing. Ibarat magnet, kedua-dua pihak seolah saling menolak.

Peristiwa tanpa chemistry tsb berselang cukup lama. Hingga akhirnya, kucing suspect dan para baby cat sementara dipisahkan. Di kala jeda waktu inilah, sekonyong-konyong datang seekor kucing lain dengan lenggak-lenggok keibuan dan gayanya yang tenang, muncul dari arah timur di atas genting rumah Milly dan Yeri, melenggang menyongsong para baby cat yang masih mengeong-ngeong di plafon rumah mereka. Kontan Milly, Yeri dan Indro melongo terkesima melihat kejadian ajaib itu. Masih dengan mulut ternganga, dalam hati Yeri berkata, “Lhaaa, ini tokh emaknya! Kemane aje lo jeng-jeng?? ...”. Sementara Milly dan Indro masih saja mematung melompong terlongo-longo.

Sampai akhirnya ketiganya tersadar bahwa mereka telah salah tangkap. “Yaa, jadi kita salah tangkep donk ya?”, ujar Indro speechless

“H-hhh, iya euy! Hallaaah, udah heboh kayak gini ternyata salah sasaran!”, timpal Yeri, 

“Yo wess, yo wess. Yang pentingkan indukan kucing yang aslinya kan sudah ketemu. Aman deh tuh baby cat- baby cat yang ada di atas”, Milly menenangkan. 

“Terus ini gimana nih? Si kucing suspect?”, tanya Yeri, 

“Ini kucing manis lhoo. Sudahlah biarin di rumah ini aja. Memang sudah lama kok aku pengin pelihara kucing dome!”, jawab Milly yang langsung menggendong dan mengamankan si kucing suspect.

“Aku mau namain kucing ini Stella!”, teriak Milly tak peduli opini yang lain, “Stella, alias plesetan dari ‘salah tangkep’!”, imbuhnya. Sejak itulah Stella menjadi kucing dome penghuni rumah Milly dan Yeri. Memang tak sepenuhnya keliru mengadopsi Stella, sebab benar feeling Milly, Stella memang betul-betul kucing yang manis. Memikat kepribadiannya dan manis tingkahnya. Stella pun tampak sehat dan sangat bahagia setelah menjadi bagian dari keluarga Milly dan Yeri. Yeri yang biasanya cuek, pun terlihat sayang kepada Stella. Sampai-sampai Stella dijuluki kucingnya Yeri. Hhmm, akhirul kisah tetap happy ending ya ... (#)

)* bersambung ke: Jeng Tella dan Uni Ciprut Part 2

>>Back to: Our Cat Stories!