Di Part 1 tulisan ini telah dikisahkan bagaimana Stella si kucing dome menjadi bagian dari keluarga Milly
dan Yeri. Selang beberapa waktu setelah Stella, muncul pula kucing dome betina lainnya. Dengan motif bulu dominan putih dengan point hitam dan kuning, kucing ini pertamakali
dijumpai oleh Yeri di pekarangan musholla dekat rumah mereka, Musholla Nurul Hidayah Gang Mandiri. Sewaktu di
musholla itu Yeri melihat sesosok kucing yang berjalan glesotan merangkak terhuyung-huyung
terlihat kepayahan sekali. Badannya kurus banget; hingga tulang-belulangnya
tampak bertonjolan. Yeri yang menyaksikannya saja kerasa miris.
“Wah, ‘ni
kucing kenapa? Kurus bangett badannya ... Ih, jalannya juga kok glesotan gitu? Amit-amit. Sakit kayaknya ini kucing ...”, begitu
gumam Yeri dalam hati. Sesampainya di rumah Yeri menceritakan hal itu ke Milly,
isterinya. “Ih, kenapa enggak kamu bawa aja kesini. Kesian kan itu kucing. Kok
kamu biarin aja sih?”, tuntut Milly. “Haddeeeh,
enggak kepikiran ‘yang! ...”, balas Yeri
melengos.
Tak lama dari peristiwa tsb, datanglah
sekonyong-konyong kucing yang pernah diceritakan Yeri ke Milly itu ke rumah
mereka. Lagi-lagi Yeri yang menemukan. Tanpa sengaja saat Yeri hendak berjalan
ke teras depan rumah; lamat-lamat ia mendengar suara kucing yang seolah tengah
merintih-rintih. “Eh, apaan tuh? Kok kayak suara kucing sakit. Ngeong- nya
aneh? ...”. Penasaran, Yeri berkeliling menyelidik ke sekitar ruang kerjanya
yang bersebelahan dengan teras rumah.
Saat ia melongok ke jendela, tepat dibawah bagian dalam, terlihat olehnya seekor kucing kurus tengah meringkuk meringis-ringis. “Waaa, ini sih kucing yang kemarin itu! Lha kok basah-basahan gitu? Iiihh ...”, ungkap Yeri.
Saat ia melongok ke jendela, tepat dibawah bagian dalam, terlihat olehnya seekor kucing kurus tengah meringkuk meringis-ringis. “Waaa, ini sih kucing yang kemarin itu! Lha kok basah-basahan gitu? Iiihh ...”, ungkap Yeri.
Bergegas Yeri memanggil Milly, “’Yaaaaangg! Ini kucingnya yang saya
bilang kemarin! Ini kucciingnya niiih! Hhhh ...”. Sontak Milly berlari menuju Yeri.
“Appa? ... Gimana? ... hhah??”,
“Inii nih kucingnya! Itu, kenapa tuh? ... kok
kayaknya dia ngebobo-in pipisnya
sendiri sih? Ih, jijik ...”, ungkap Yeri geli.
Tampak Milly seksama memperhatikan keadaan si
kucing. Matanya seolah tak berkedip. Milly terlihat tenang sekali. Khidmat. Sekejab
suasana berubah menjadi melodramatis. “Kamu diem ...”, ujar Milly ke Yeri. Yeri menjadi
ikut terkesima terdiam melongo. Dengan tenangnya Milly mendekat dan mendekat ke
sang kucing. Si kucing tetap dalam keadaannya mengeong meringis-ringis.
“Ini memang kucing sakit. Kayaknya lumayan nih
sakitnya ...”, Milly bertafakur.
Suasana sekitar tetap terkendali dan senyap. Perlahan Milly mulai memegangi dan mengelus-elus kucing tsb, “Uuu, kasiannya kamu puss-puss ... kamu sakit ya? Hah? Sakitt yya?”, ujar Milly berulang-ulang. Sang kucing hanya tergolek tak berdaya. “Mm, kamu kurus banget sih? Sampe tinggal tulang badannya. Hah? Kucingnya siapa kamu? Dibuang sama orang ya? Hmmm ... kalo memang iya, kurang ajar deh yang buang kamu. Kucing cakep kayak gini kok dibuang ya. Hhmmm ...”.
Suasana sekitar tetap terkendali dan senyap. Perlahan Milly mulai memegangi dan mengelus-elus kucing tsb, “Uuu, kasiannya kamu puss-puss ... kamu sakit ya? Hah? Sakitt yya?”, ujar Milly berulang-ulang. Sang kucing hanya tergolek tak berdaya. “Mm, kamu kurus banget sih? Sampe tinggal tulang badannya. Hah? Kucingnya siapa kamu? Dibuang sama orang ya? Hmmm ... kalo memang iya, kurang ajar deh yang buang kamu. Kucing cakep kayak gini kok dibuang ya. Hhmmm ...”.
Yeri takjub sambil tetap mematung di
tempatnya.
“Itu trus,
pipisnya gimana?”, komentnya,
“Wess,
biar aku yang ngurus”, timpal Milly.
Tak berapa lama Milly segera mengubah keadaan.
Ditanganinya si kucing sakit tsb dengan sepenuh perhatian dan kasih sayang.
Ruang kerja Yeri diberesi dan dibenahi Milly hingga kembali bersih, rapi, wangi
seperti keadaan semula. Si empunya ruang (Yeri maksudnya) tentu dibikin
tersenyum tersungging-sungging merasa puas ruang kerjanya rapi jali lebih dari
biasanya.
“Nahh, gettoo doonk ...”, puji Yeri ke Milly, “Aku kan gak bisa konsen kalo tempat kerja
bau, berantakan ... you know lah”,
“Huh! Dasar. Aji mumpung!” Ketus Milly.
Si kucing dome sakit itu akhirnya benar-benar
diadopsi Milly. Diperhatikan dan dirawatnya sungguh-sungguh hingga sembuh.
Menurut Milly, sakitnya kucing itu disebabkan oleh masalah cacingan akut. Maka
itu diobatilah si kucing dengan obat cacing yang paten oleh Milly secara
kontinyu. Sejak dimulainya perawatan berangsur-angsur kondisi kesehatan si
kucing kembali pulih dengan nafsu makan yang terus membaik. Setelah sekian lama
perawatan sang kucing telah kembali sehat seperti sediakala. Bobot badannya ideal
dan lincah seperti kucing sehat lainnya. Saking sehatnya malah seolah hiperaktif.
Sebab hiperaktif, tingkah-polahnya di rumah Milly
dan Yeri seringkali memancing kegaduhan. Seperti biasa, hal tsb membikin Yeri ngedumel; tapi sebaliknya Milly. Apapun kegaduhan
yang dibikin oleh si kucing, Milly malah tampak senang, memprotek dan membelanya.
“Itu tandanya kucing sudah bener-bener sehat”, ungkap Milly enteng, “Grrrr
....” (Yeri meradang). Akhirnya kucing dome
baru ini pun berteman dengan Stella. Namun, soal sifat antara keduanya jauh berbeda.
Stella berprilaku sangat santun dan sangat berpegang teguh pada etiket.
Lain halnya si dome baru yang cenderung liar. Begitupun soal cara dan selera
makan. Stella pilih-pilih; si dome
baru ‘hajjar blehh!’.
Jangan tak percaya, bahkan makanan pedas
seperti tempe balado dan rendang padang sekalipun disikat habis oleh si dome baru.
Dan uniknya, lha kok do’i seolah doyan banget
sama panganan-panganan pedas. Hah, sungguh ajaib! Fakta-fakta tsb memancing
komentar Yeri. “’Yang, si dome baru itu aneh juga ya? Mosok
makanan-makanan pedas dia doyan?”, “Siapa, si Cici?”, rupanya Milly sudah menamai si kucing dome baru itu. “Iya, beda banget sama si Tella (nama panggilan Stella).
Kalo Tella
itu, wuallaahh ... Njawani bangedd. Slow, santun, berbudipekerti luhur. Lain
dengan cici. Kali kelihatan dari cara dan selera makannya juga kali ya? Yang
satu Njawani; satunya Sumaterani”, ujar Yeri.
Lebih penting dari itu, sebab kini telah ada dua ekor kucing dome pengganti Oddie di rumah mereka. Milly beroleh obat pelipur lara. (#)
)* The End of Story: Jeng Tella dan Uni Ciprut